Bekatul
Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Kebanyakan orang menganggap bekatul adalah dedak, tetapi sebenarnya keduanya berbeda. Badan pangan dunia (FAO) telah membedakan pengertian dedak dan bekatul, dedak merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan padi yang merupakan lapisan sebelah luar dari butir beras (perikarp dan tegmen) dan sejumlah lembaga beras. Bekatul merupakan lapisan sebelah dalam dari butir beras (lapisan aleuron) dan sebagian kecil endosperma berpati.Dalam proses penggilingan padi menjadi beras giling diperoleh hasil samping berupa sekam (15-20%), dedak dan bekatul (8-12%), serta menir (±5%). Mutu bekatul yang dihasilkan dari penggilingan pun berbeda-beda tergantung pada sistem penggilingan padi, yang meliputi kapasitas giling mau pun teknik penggilingan (Widowati, 2001).
Sebutir gabah terdiri atas pembungkus pelindung luar, sekam, dan karyopsis atau buah (beras pecah kulit). Beras pecah kulit terdiri atas lapisan luar atau perikarp, seed coat dan nucellus, lembaga, dan endosperm. Endosperm terdiri dari kulit ari (aleuron) dan endosperm sesungguhnya yang terdiri dari lapisan sub-aleuron dan endosperm pati. Lapisan aleuron sendiri berbatasan dengan lembaga. Sekam terdapat sekitar 20% dari berat padi, dengan kisaran 16-28%. Penyebaran bobot beras pecah kulit adalah perikarp 1-2%, aleuron + nucellus dan pembungkus biji 4-6%, lembaga 1%, scutellum 2%, endosperm 90-91% (Juliano, 1993).
Meskipun bekatul melimpah di Indonesia, pemanfaatannnya untuk manusia masih terbatas. Hingga saat ini, bekatul hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak padahal nilai gizinya sangat baik. Komposisi fitokimia bekatul sangat bervariasi, tergantung pada faktor argonomis, varietas padi (Ardiansyah, 2004). Di dalam 100 gram bekatul memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut :
Tabel Kandungan nutrisi bekatul (dalam 100 gram bahan)
Nutrien |
Unit |
Jumlah |
Air |
g |
6,13 |
Energi |
kcal |
316 |
Energi |
kJ |
1322 |
Protein |
g |
13,35 |
Total Lemak |
g |
20,85 |
Abu |
g |
9,98 |
Total karbohidrat ( by difference) |
g |
49,69 |
Total serat |
g |
21 |
Total gula |
g |
0,9 |
Sumber : USDA (2010c)
Bekatul mengandung protein yang cukup tinggi. Terlebih lagi hampir seluruh asam amino esensial hampir terdapat di dalamnya (Gellenberg, 2003). Komposisi asam amino bekatul terlihat pada tabel 6.
Tabel Komposisi Asam Amino Esensial Bekatul
Asam Amino Esensial |
Bekatul |
|
Kadar |
Skor Asam Amino |
|
Isoleusin |
3,55 |
89 |
Leusin |
7,8 |
100 |
Lisin |
4,85 |
89 |
Metionin |
2,7 |
77 |
Fenilalanin |
4,8 |
79 |
Treonin |
4,15 |
100 |
Triptofan |
1,4 |
100 |
Valin |
5,15 |
100 |
Sumber: Luh (1991)
Keterbatasan pemanfaatan bekatul dikarenakan sifatnya yang mudah rusak atau tengik. Reaksi ketengikan diakibatkan oleh hidrolisis enzimatik lipase dan ketengikan oksidatif. Hidrolisis enzimatik lipase yaitu aktivitas enzim lipase yang menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak bebas dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi bentuk peroksida, keton, dan aldehid sehingga bekatul menjadi tengik. Ketengikan yang tinggi berpengaruh terhadap penerimaan organoleptik bekatul sebagai bahan pangan karena dapat menimbulkan cita rasa yang pahit (Janathan, 2000).
Untuk memperoleh bekatul bersifat food grade dengan mutu yang tinggi, seluruh komponen penyebab kerusakan harus dikeluarkan atau dihambat. Stabilisasi merupakan upaya untuk menghasilkan bekatul awet dilakukan dengan prinsip meniadakan aktivitas lipase. Proses penghilangan aktivitas enzim lipase harus lengkap dan bersifat tidak dapat balik. Pada saat bersamaan, kandungan komponen berharga harus dijaga. Terdapat tiga pendekatan dari segi teknik guna inaktivasi lipase bekatul. Pertama, pemanasan basah atau kering. Kedua, ekstraksi dengan pelarut organik untuk mengeluarkan minyak. Ketiga, denaturasi etanolik dari lipase bekatul dan lipase dari bakteri dan kapang. Dari ketiga perlakuan tersebut, tampaknya hanya perlakuan pemanasan yang cocok dan aman untuk pengawetan bekatul (Champagne et al., 1992).
Sayre et al., (1982) menyatakan bahwa ada tiga cara dalam proses stabilisasi bekatul, yang pertama adalah pemanasan dengan kadar air tetap (retainedmoisture heating), bekatul dipanaskan di bawah tekanan tinggi untuk mencegah penurunan panas sampai selesai pemanasan. Kedua, pemanasan dengan penambahan air (added-moisture heating), kadar air bekatul meningkat selama pemanasan (menggunakan uap), kemudian dikeringkan, dan yang ketiga adalah pemanasan kering pada tekanan atmosfir. Dari ketiga metode pemanasan tersebut, pemanasan dengan tekanan tinggi dan kadar air tetap dapat dianggap cara terbaik. Stabilisasi dengan suhu tinggi merupakan metode umum dan paling menguntungkan karena dapat membunuh bakteri, jamur dan telur serangga. Penggunaan autoklaf akan dapat mengurangi waktu pemanasan sehingga meminimalkan kerusakan komponen bioaktif pada bekatul (Lieber, 2005). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Damayanthi (2001) yang menyatakan bahwa lipase inaktif pada suhu 60oC selama 15 menit atau 121oC selama 3 menit, dimana kondisi tersebut mendekati kondisi suhu pada autoklaf.
Bekatul merupakan sumber serat larut dan serat tidak larut yang baik (Muchtadi, et.al, 1992). Bekatul mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi, mencapai 20,9%. Kandungan serat pangan pada bekatul dapat mencapai empat kali lipat serat kasarnya. Serat pangan sebagian sebagian besar terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat ini tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Bahan yang mengandung banyak serat akan mempercepat transit time makanan di dalam usus. Selain itu, serat pangan juga dapat menurunkan kolesterol dalam darah (Rimbawan dan Siagian, (2004) dalam Listyani (2013)). Cho dan Dreher (2001) menyatakan bahwa bekatul merupakan salah satu bagian kulit padi yang memiliki serat lebih tinggi daripada beras hasil penggilingan yang selama ini dikonsumsi masyarakat. Serat pada bekatul dominan akan serat tidak larut air, namun mengandung serat larut air yang kurang lebih hanya 2%. Kandungan serat tidak larut bekatul terdiri dari selulosa (8.7 – 11.4%), hemiselulosa (9.6 – 12.8%) dan beberapa lignin.
Recent Comments