Home » artikel » Apel (Malus sylvestris Mill)

Apel (Malus sylvestris Mill)

7 September 2015

Apel (Malus sylvestris Mill)

Apel yang mempunyai nama latin Malus sylvestris Mill merupakan tanaman buah tahunan yang tumbuh didaerah dengan iklim sub tropis. Tanaman apel berasal dari daerah Asia Barat dan di Indonesia sendiri apel telah ditanam sejak tahun 1934 hingga saat ini (Bappenas, 2000). Berdasarkan sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman apel dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Bappenas, 2000):

Divisio             :           Spermatophyta

Subdivisio     :           Angiospermae

Klas                 :           Dicotyledone

Ordo                :           Rosales

Famili              :           Rosaceae

Genus             :           Malus

Species           :           Malus sylvestris Mill

Di Indonesia, apel dapat tumbuh dan berbuah baik di daerah dataran tinggi. Sentra produksi apel adalah di Kota Batu dan Kota Malang yaitu di daerah Poncokusumo dan Nongkojajar. Kota Batu terletak 15 km sebelah barat kota Malang, berada pada ketinggian + 680-1.900 mdpl. Masyarakat pada umumnya mengoptimalkan tanaman semusim dengan berbagai macam komoditi buah-buahan dan juga sayuran, disamping itu Kota Batu sangat sesuai untuk pengembangan berbagai komoditas tanaman sub-tropis, seperti apel (Prihatman, 2000).

Budidaya apel di Kota Batu dimulai sejak tahun 1930an, oleh Belanda karena menyadari bahwa Batu memiliki iklim yang sejuk dan tanah yang subur yang cocok untuk budidaya tanaman tersebut. Sudah lebih dari 70 tahun tanaman apel menjadi bagian penting perekonomian di Kota Batu yang juga menjadikan apel sebagai salah satu komoditi buah unggulan yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia. Satu-satunya apel yang tumbuh di iklim tropis dunia (Prihatman, 2000).

Apel menjadi popular sebab apel merupakan buah yang dapat dimakan dengan berbagai cara dan disebabkan kelezatan serta keawetannya. Buah apel dapat langsung dimakan atau disimpan untuk memenuhi kebutuhan setiap tahunnya. Buah apel dapat diproses menjadi saus, slices jus, produk pastry, cake, tart, dan pie. Pulp apel dapat diolah menjadi permen (kulit buah) dan digunakan sebagai sumber pektin. Sari buah apel dapat dikonsumsi segar, secara alami maupun filtrasi, difermentasi menjadi minuman beralkohol seperti wine, didestilasi menjadi brandy atau dibuat menjadi cuka (Janickand Moore, 1996).

Semua buah mengandung berbagai gula alami dalam proporsi dan rasio yang berbeda. Pada buah apel terkandung gula alami seperti fruktosa sekitar 57 persen, sukrosa sekitar 20 persen, dan glukosa sekitar hampir 25 persen dari kadar gula total yang ada (Andrew, 2011). Apel mengandung berbagai komposisi kimia yang sangat penting untuk pemenuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Komposisi kimia apel tersebut terdapat dalam Tabel berikut:

Tabel Komposisi Kimia Buah Apel Varietas Princess Noble Tiap 100 gram

Komponen

Jumlah

Air

84,5 g

Protein

0,4 g

Karbohidrat

11,8 g

Energi Value

47 kcal/199 kJ

Total Nitrogen

0,06 g

Total Gula

11,8 g

Serat Pangan

1,8 – 2 g

Lemak

0,1 g

Sumber: Holland (1992)

Selain itu, apel juga mengandung banyak kandungan mineral anorganik yang bermanfaat untuk perkembangan tubuh. Kandungan mineral anorganik yang terkandung di dalam buah apel terdapat dalam Tabel berikut:

Tabel  Kandungan Anorganik Buah Apel Varietas Princess Noble Tiap 100 gram

Komponen

Jumlah (mg)

Natrium (Na)

3

Kalium (K)

120

Kalsium (Ca)

4

Magnesium (Mg)

5

Fosfor (P)

11

Besi (Fe)

0,1

Tembaga (Cu)

0,02

Seng (Zn)

0,1

Mangan (Mn)

0,1

Sumber: Holland (1992)

Untuk pemenuhan kebutuhan vitamin dalam tubuh, kita dapat mengkonsumsi buah apel. Hal ini dikarenakan di dalam buah apel banyak terkandung vitamin. Kandungan vitamin tersebut terdapat pada Tabel berikut:

Tabel Kandungan Vitamin Buah Apel Varietas Princess Noble Tiap 100 gram

Komponen

Jumlah

Retinol

0 µg

Karoten

18 µg

Vitamin D

0 µg

Vitamin E

0,59 mg

Tiamin

0,03 mg

Riboflavin

0,02 mg

Niasin

0,1 mg

Triptofan 60

0,1 mg

Vitamin B6

0,06 mg

Vitamin B12

0 µg

Folat

1 µg

Pantotenat

0 µg

Biotin

1,2 µg

Vitamin C

6 mg

Sumber: Holland (1992)

Varietas Apel

Buah apel terdiri dari tiga golongan berdasarkan klasifikasi warnanya yaitu: apel hijau, apel merah, dan apel kuning. Golongan yang termasuk apel hijau antara lain adalah varietas Princess Noble atau apel Australia dan Granny Smith, sedangkan yang termasuk golongan apel merah adalah varietas Rome Beauty dan Jonathan atau Apel Anna, sementara yang termasuk golongan apel kuning adalah jenis varietas Winter Banana, Golden Delicious, dan Manalagi (Deptan, 2009).

Pada beberapa varietas apel, aroma apel terasa sangat tajam. Citarasa, aroma, maupun tekstur sebenarnya dihasilkan dari kurang lebih 230 komponen kimia, termasuk pula beragam asam seperti asam asetat, format serta 20 jenis asam lain. Asam-asam tersebut berubah menjadi gula dan ester, rasa buah manis dan aroma yang tajam. Gula berasal dari perubahan karbohidrat yang kemudian dipakai untuk menghasilkan energi. Selain itu terkandung pula alkohol berkisar 30-40 jenis, ester seperti etil asetat sekitar 100 jenis, karbonil seperti formaldehid dan asetaldehid, dan lainnya (Ikrawan, 1996). Pada kondisi anaerob gula akan terurai menjadi karbondioksida dan alkohol. Alkohol yang bercampur dengan asam diubah menghasilkan ester, sumber pengharum apel matang (Untung, 1994).

Jenis apel yang banyak dibudidayakan di Malang adalah Manalagi, Rome Beauty dan Anna. Ketiga jenis apel ini mempunyai rasa dan kandungan asam yang berbeda. Menurut Untung (1994), apel Manalagi mempunyai rasa manis dan mempunyai kandungan asam rendah sedangkan Rome Beauty mempunyai rasa asam manis dengan kandungan asam tinggi. Menurut penelitian Suhardi dan Yuniarti (1996), menunjukkan adanya perbedaan kadar asam total dimana pada varietas Anna dan Rome Beauty total asam relatif sama, sedangkan varietas manalagi mempunyai kadar asam total yang lebih rendah, nilai asam total pada varietas Rome Beauty, Anna, dan Manalagi berturut-turut adalah 0,43; 0,44; dan 0,25 mg/100g.

Apel mulai dapat berbuah setelah berumur 3-5 bulan. Umur buah dari berbunga tergantung varietas dan iklim. Pada umumnya Rome Beauty 4-4,5 bulan, Anna 5 bulan, dan Manalagi 4,5 bulan (Notodimedjo, 1995). Berikut karakteristik ketiga varietas apel tersebut pada Tabel berikut:

Tabel Karakteristik Apel Varietas Anna, Rome Beauty, dan Manalagi

Komponen

Anna

Rome Beauty

Manalagi

Vitamin C (mg/100 gr)

5,28

7,04

6,60

Total Asam (%)

0,61

0,56

0,52

pH

3,54

3,60

4,27

Aktivitas Antioksidan (%)

5,50

10,19

6,53

Gula Pereduksi (%)

8,09

8,85

6,96

Total Padatan Terlarut (oBrix)

12,90

15,30

17,10

Sumber: Susanto (2011)

Rome Beauty

Apel Rome Beauty sudah begitu memasyarakat di Indonesia.Apel ini disebut juga apel hijau atau apel australia. Buahnya berwarna hijau dengan semburat warna merah. Warna merah ini hanya terdapat pada bagian yang terkena sinar matahari saja, sedangkan bagian yang lain tetap berwarna hijau. Kulitnya berpori kasar dan agak tebal. Ukuran buahnya dapat mencapai 300 gram. Bentuk buah bulat hingga jorong. Sebuah pohon dalam setiap musimnya mampu berbuah sebanyak 15 kg. Pohonnya tidak terlalu besar hanya 2-4 meter seperti perdu (Yuniarti, 1996).

Arthey dan Ashurst (2001) menambahkan bahwa daging buah Rome Beauty berwarna putih kekuningan dan warna kulit hijau semburat merah, tidak beraroma namun rasanya menyegarkan dan mempunyai rasa agak masam sampai seimbang antara manis dan asam. Buah apel Rome Beauty seperti pada Gambar 2.1.

Menurut Soelarso (1996), kandungan gizi pada apel varietas Rome Beauty yang dipetik pada umur 120-135 hari mempunyai mutu yang baik. Karena pada varietas ini mempunyai diameter 71,42 mm, warna merah 45%, kekerasan daging buah 11,03 mm/gr.s (dengan kulit) atau 8,52 kg (tanpa kulit), kadar air 83,39% dan mempunyai rasa agak masam sampai seimbang antara manis dan asam. Arthey dan Ashurst (2001) menambahkan bahwa apel Rome Beauty mempunyai total gula sebesar 10,05%, sukrosa 3,49%, dan pektin 0,56%.

Senyawa Aktif dalam Buah Apel

Buah apel kaya akan serat dan fitokimia. Fitokimia merupakan antioksidan alami dalam buah dan sayuran yang digunakan sebagai pencegah radikal bebas penyebab kerusakan sel-sel tubuh. Kandungan fitokimia di dalam buah apel terdapat dalam konsentrasi yang tinggi (Boyer dan Liu, 2004).

Apel mempunyai banyak manfaat karena mengandung berbagai jenis fitokimia yang diperlukan oleh tubuh. Fitokimia merupakan zat kimia alami yang terdapat di dalam tumbuhan dan dapat memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan tersebut (Yudhie, 2010). Fitokimia dalam 50 mg apel dengan kulitnya per milliliter (berat basah) dapat menghambat perkembangbiakkan sel tumor sampai dengan 42%. Sedangkan kandungan fitokimia dalam 50 mg apel tanpa kulitnya per milliliter (berat basah) hanya dapat menghambat perkembangbiakkan sel tumor sampai dengan 23%. Hal ini menunjukkan kandungan fitokimia kulit apel lebih banyak dibandingkan dengan daging buah apel (Liu, 2003).Distribusi kandungan kimia pada kulit dan daging buah apel berbeda (Wolfe dan Liu, 2003).

Salah satu fitokimia yang terkandung dalam apel dan kulitnya adalah polifenol dengan komponen utamanya procyanidins oligomer (Akazome, 2004). Polifenol merupakan salah satu jenis fitokimia yang bersifat antioksidan aktif dengan kekuatan 100 kali lebih efektif dibandingkan dengan vitamin C dan 25 kali lebih tinggi dibanding vitamin E. Polifenol bermanfaat untuk mencegah radikal bebas yang merusak DNA. Polifenol membantu melawan pembentukan radikal bebas dalam tubuh sehingga dapat memperlambat penuaan sel (Yudhie, 2010). Rata-rata manusia bisa mengkonsumsi polifenol kurang lebih sampai 23 mg per hari (Anonim, 2006). Polifenol dari ekstrak apel dikenal dengan istilah applephenon yang diproduksi secara komersial dari apel mentah. Applephenon telah digunakan sebagai makanan aditif untuk mencegah oksidasi komponen dalam makanan (Akazome, 2004). Applephenon tersebut mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat dan  berbagai fungsi fisiologis. Di Jepang, telah digunakan sebagai aditif dan gizi suplemen makanan (Shoji et al., 2004).

Daging buah apel mengandung senyawa-senyawa flavonoid seperti: Catechin, procyanidin, phloridzin, phloretin glycoside, caffeic acid, dan chlorogenic acid. Sedangkan kulit apel selain mengandung senyawa – senyawa di atas, juga mengandung flavonoid tambahan yang tidak terdapat pada daging buah seperti quercetin glycosides dan cyanidin glycoside (Wolfe dan Liu, 2003). Di samping zat-zat gizi tersebut, apel juga mengandung betakaroten. Betakaroten memiliki aktivitas sebagai provitamin A yang berguna untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif (Anonymous, 2010).

Senyawa antioksidan merupakan suatu inhibitor yang digunakan untuk menghambat autooksidasi dalam menetralisasi radikal bebas (Panovska et al., 2005). Antioksidan merupakan senyawa yang akan menghambat atau menunda proses oksidasi substrat pada konsentrasi yang rendah. Secara umum, antioksidan mengurangi kecepatan reaksi inisiasi pada reaksi berantai pembentukan radikal bebas dalam konsentrasi yang sangat kecil, yaitu 0,01% atau bahkan kurang. Karakter utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya untuk menangkap radikal bebas (Prakash, 2001). Aktivitas antioksidan tersebut diantaranya:

a) Mengatur status redoks membran seluler dengan berinteraksi dengan membran fosfolipid (Moon et al., 2000).

b)Menstimulasi sistem pertahanan antioksidan seperti superoksida dismutase, katalase, glutation, glutation reduktase (McNiven dan Richardson, 2006).

c) Menstabilkan biomembran dengan mengurangi peroksidasi lemak dan menangkap radikal bebas (Nakagawa et al., 2000).

d)  Menghambat aktivitas oksidan baik yang bersifat hidrofilik maupun lipofilik (Middleton et al., 2000).

6)    Vitamin C (Asam askorbat)

Vitamin C adalah salah satu asam organik beratom karbon 6 yang memiliki dua bentuk molekul aktif yaitu bentuk tereduksi (asam askorbat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidroaskorbat). Apabila asam dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut maka akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis (Chuang, 2007).

Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari glukosa dalam hati dari semua jenis mamalia, kecuali manusia. Manusia tidak dapat mensintesis asam askorbat di dalam tubuhnya karena tidak memiliki enzim gulonolaktone oksidase yang mampu mensintesis glukosa atau galaktosa menjadi asam askorbat, sehingga harus disuplai dari makanan
(Padayatty et al., 2003).

Vitamin C merupakan antioksidan kuat, tetapi penelitian menunjukkan hampir semua aktivitas antioksidan pada apel berasal dari berbagai senyawa lainnya (Boyer and Liu, 2004). Antioksidan dalam 100 g apel mempunyai aktivitas setara dengan 1500 mg vitamin C (vitamin C termasuk antioksidan yang kuat bersama-sama dengan vitamin E dan betakaroten) (Wulansari, 2009). Peran vitamin C sebagai antioksidan diantaranya:

a) Menurunkan peroksidasi lemak (Huang et al., 2002).

b)Berperan sebagai koantioksidan dengan meregenerasi α-tocopherol (vitamin E) dari radikal α-tocopherol (Carr dan Frei, 1999).

c) Berperan sebagai donor elektron untuk radikal bebas (Murray et al., 2003).

Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah rusak akibat pemanasan. Vitamin C cukup stabil dalam kedaan kering dan dalam larutan asam, namun tidak stabil dalam larutan alkali. Faktor yang menyebabkan kerusakan vitamin C adalah lama penyimpanan, perendaman dalam air, pemanasan dalam waktu lama, dan pemanasan dalam alat yang terbuat dari besi atau tembaga (Almatsier, 2001).

Vitamin C menurun dengan meningkatnya pemanasan. Sekitar setengah dari kandungan vitamin C akan rusak akibat pemanasan. Jumlah kandungan vitamin C yang hilang tergantung dari cara pemanasan yang dilakukan. Sumber vitamin C terdapat di dalam makanan terutama buah buahan segar seperti jeruk, tomat, cabai, nanas, stroberi, dan sebagainya. Kadar vitamin C pada sayuran segar lebih rendah. Konsentrasi vitamin C yang paling tinggi pada buah-buahan segar terdapat pada kulitnya, sedangkan pada daging buah dan biji memiliki konsentrasi vitamin C rendah (Karadeniz dkk., 2005).

Adanya perbedaan vitamin C varietas apel disebabkan vitamin C dalam buah apel dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan, dan pengolahannya. Komponen kimia didalam tanaman apel dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perbedaan varietas, keadaan iklim, tempat tumbuh, cara pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, kematangan pada waktu panen, dan kondisi penyimpanan setelah panen (Susanto, 2011). Struktur dari vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.2.

1)    Vitamin A

Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin yang larut dalam lemak dan berperan penting dalam pembentukan sistem penglihatan yang baik. Terdapat beberapa senyawa yang di golongkan ke dalam kelompok vitamin A, antara lain retinol, retinil palmitat, dan retinil asetat. Betakaroten sebagai provitamin A merupakan senyawa dengan aktivitas antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Selain itu, vitamin ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh (Anonymous, 2010b).

2)    Tanin

Apel mengandung tanin yang berkonsentrasi tinggi. Tanin ini mengandung zat yang dapat mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi yang disebabkan oleh tumpukan plak. Tidak hanya itu, tanin juga berfungsi mencegah infeksi saluran kencing dan menurunkan risiko penyakit jantung (Yuliati, 2007).

Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa fenolik. Tanin ini disebut juga asam tanat, galotanin atau asam galotanat. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).

1)    Pektin

Menurut Neubeck (1975), polisakarida juga dapat menimbulkan kekeruhan selama penyimpanan. Polisakarida yang dimaksud adalah senyawa pektin. Pektin merupakan serat yang larut air. Ditemukan pada semua jenis tanaman, tetapi lebih banyak pada buah yang asam seperti jeruk, lemon, anggur, dan apel. Umur buah berpengaruh terhadap fraksi pektin yang ada. Pada buah muda, fraksi pektin disebut protopektin. Sementara pada buah yang matang, protopektin tersebut menjadi pektin karena pengaruh hormon kematangan buah.

Kulit apel memiliki kandungan serat (terutama pektin) dan fitokimia yang lebih banyak dari daging buah apel (Boyer dan Liu, 2004). Serat pektin pada apel dapat mempengaruhi penyerapan lemak karena dapat mengikat lebih banyak asam lemak dalam saluran pencernaan yang selanjutnya diekskresikan melalui feses (Setorki et al, 2009). Pektin (serat larut) dalam apel tidak hanya bermanfaat menurunkan kolesterol, namun dapat mengikat logam berat seperti timbal dan merkuri lalu dikeluarkan dari tubuh. Kedua jenis serat dalam apel (larut dan tidak larut) dapat berfungsi sebagai pelindung munculnya kanker. Mekanismenya melalui pencegahan konstipasi (sulit buang air) sehingga substansi toxic (racun) dapat segera dikeluarkan melalui feses. Pektin juga bermanfaat mengatasi diare karena kemampuannya membentuk fase lunak, bulky, dan tidak cair (Khomsan, 2006).

2)    Fenol

Menurut Wildman (2001) bahwa kurang lebih 45% dari total senyawa fenol apel adalah flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan antioksidan alami yang terdapat dalam buah apel. Oleh karena itu, dengan meningkatnya konsentrasi fenol maka kandungan flavonoid akan semakin tinggi sehingga aktivitas antioksidan semakin meningkat. Flavonoid  merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang dapat ditemukan di buah dan sayur dan merupakan bagian dari fitokimia. Kulit apel mengandung total senyawa fenol yang lebih kaya daripada daging buahnya (Chinnici, 2004). Kelompok senyawa fenol yang paling penting adalah flavonoid (Shills, 2006).

Flavonoid telah diteliti memiliki berbagai aktivitas biologis dan berperan sebagai anti kanker, anti viral, anti inflamasi, mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan penangkapan radikal bebas (Haryanto, 2004). Menurut Gordon (1990) dalam Firmansyah dan Adawiyah (2003), fenol sebenarnya inaktif sebagai antioksidan, namun bila terdapat atom-atom hidrogen yang tersubstitusi pada grup alkilnya (posisi orto dan para) maka dapat aktif sebagai antioksidan.

Menurut Jamrianti (2007), Browning enzimatis pada buah yang mengandung senyawa fenol dipengaruhi oleh enzim polypenol oksidase (PPO) dengan bantuan oksigen akan mengubah fenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Begitu pula yang diungkapkan oleh Ryosaeba (2007), bahwa proses potongan buah apel menjadi coklat merupakan proses alami, akibat dari teroksidasinya enzim polyphenol oxidase (PPO) yang terdapat dalam buah apel yang menjadi katalis terjadinya polimerisasi yang membentuk secara cepat melanin, pigmen berwarna coklat yang membuat potongan apel tersebut berubah warna menjadi kecoklatan. Salah satu cara untuk mencegah perubahan warna ini adalah dengan melumuri atau mencelupkan potongan apel ini ke sari jeruk atau cairan asam lainnya, sehingga kadar keasaman jadi tinggi dan menghalangi enzim PPO bekerja.

artikel