Sagu (Metroxylon sagu Rottb.)
Batang sagu merupakan bagian yang terpenting karena merupakan gudang penyimpan pati. Ukuran batang sagu berbeda-beda tergantung dari jenis, umur, dan lingkungan atau habitat tumbuhnya. Pada umur 3-11 tahun tinggi batang bebas daun sekitar 3-16 m, bahkan dapat mencapai 20 m. Sagu memiliki batang tertinggi pada umur panen, yaitu 14 tahun ke atas. Pada rumpun sagu rata-rata terdapat 1-8 batang, pada setiap pangkal batang tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar, rumpun sagu ini akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak, dalam berbagai tingkat pertumbuhan anakan tersebut sedikit sekali yang tumbuh menjadi pohon dewasa (Haryanto,1992).
Ditinjau dari segi penghasil karbohidrat, tanaman sagu memiliki kemampuan untuk menghasilkan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan tanaman karbohidrat lainnya. Dari penanaman baru, sagu mulai berproduksi pada umur sekitar 10 tahun. Namun setelah itu, dengan kemampuan selalu menumbuhkan tunas-tunas baru, sagu dapat terus-menerus berproduksi secara ekonomis tanpa penanaman baru. Hingga kini, sagu diketahui mempunyai daya hasil pati tertinggi per satuan luas per satuan waktu. Sagu mampu menghasilkan pati kering hingga 25 ton per hektar, jauh melebihi produksi pati beras atau jagung yang masing-masing hanya 6 ton dan 5.5 ton per hektar. Sagu tidak hanya menghasilkan pati terbesar, tetapi juga menghasilkan pati sepanjang tahun.
Pati Sagu
Pati merupakan bagian dari karbohidrat. Pati merupakan sumber utama penghasil energi dari pangan yang dikonsumsi oleh manusia. Sumber-sumber pati di dunia berasal dari tanaman sereal, legume, umbi-umbian, serta beberapa dari tanaman palm seperti sagu (Bastian, 2011). Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Unit glukosa yang satu dengan yang lain dihubungkan ikatan 1,4-a-D-glikosidik. Pati dapat diperoleh dari berbagai macam tanaman seperti ken tang, jagung, beras, dan sagu (Swinkels, 1985 dalam Teja dkk, 2008).
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu yang sudah berumur tua (8-16 tahun). Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Kemampuan tanaman sagu untuk mengakumulasikan tepung pati pada batangnya dapat mencapai 200 sampai 220 kg/pohon (Jong, 1995) . Hasil perhitungan hasil pati dilaporkan Doelle (1998) yaitu 25 ton/ha, Ishizaki (1998) juga menunjukkan angka produksi pati sagu dibandingkan komoditas penghasil pati lain pada tabel 1. Penelitian-penelitian terbaru memperlihatkan kemampuan beberapa jenis sagu menghasilkan lebih dari 700 kg pati kering per pohon (Yamamoto 2004). Dengan demikian, secara teoritis, setiap hektar dengan 100 pohon dapat menghasilkan 70 ton pati kering sagu.
Tabel Daya hasil pati sagu dibanding beberapa komoditas lain.
Komoditas Hasil pati (t/ha/th)
Sagu 25
Padi 6
Jagung 5.5
Gandum 5
Kentang 2.5
Ubi kayu 1.5
Sumber: Ishizaki (1996).
Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Fraksi terlarutnya adalah amilosa dengan kadar ±27% dengan struktur linier, sedangkan fraksi tidak terlarutnya adalah amilopektin dengan kadar ±73% dengan struktur bercabang (Yazid, et.al, 2006). Berdasarkan kandungan amilosanya, pati dibagi menjadi empat golongan, yaitu : Pati dengan kadar amilosanya tinggi (25 – 33 %); Pati dengan kadar amilosa menengah (20 – 25 %); Pati dengan kadar amilosa rendah (9 – 20 %); dan pati dengan kadar amilosa sangat rendah (< 9 %) (Winarno,2002). Syarat pati sagu dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Syarat Pati Sagu
Komponen | Satuan | Jumlah |
Air | % (b/b) | Maks 13 * |
Abu | % (b/b) | Maks 0,5* |
Serat kasar | % (b/b) | Maks 0,1 * |
Protein | % | Maks 0,3 ** |
Sumber : * SNI 01-3729-1995
** Widaningrum dkk (2005)
Pati sagu yang ada di Indonesia umumnya merupakan pati sagu yang diperoleh melalui ekstraksi secara tradisional. Proses ekstraksi yang dilakukan secara tradisional hanya memisahkan pati berdasarkan kemampuannya untuk tersuspensi di dalam air kemudian mengendapkan pati yang tersuspensi (Herawati, 2009). Keberadaan komponen selain pati pada pati sagu menjadi bagian dari penentu mutu pati sagu.
Proses ekstraksi pati sagu yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan pati dengan tingkat kemurnian yang tinggi yaitu dengan kandungan abu, lemak, protein dan serat kasar yang serendah mungkin. Adanya variasi metode dan peralatan yang digunakan dalam ekstraksi pati sagu di setiap daerah menyebabkan adanya perbedaan tingkat kemurnian sagu yang diperoleh.
Sagu memiliki kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zat besi yang tinggi. Dengan kandungan tersebut, sagu berpotensi dijadikan sebagai bahan baku sirup glukosa yang dapat meningkatkan nilai tambah sagu. Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Perbandingan komposisi kadar amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka pati bersifat kurang kering, kurang lekat dan mudah menyerap air (higroskopis). Komposisi kimia sagu asal Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Komposisi Kimia Sagu Asal Indonesia
Komponen |
Asal sagu |
|||||||
Sukabumi* |
Maluku* |
Papua** |
||||||
Tumi | Molat | Ihur | Hapholo
Hungleu |
Hapholo
longsay |
Yepha
Hungleu |
Yepha
hongsay |
||
Air (%b/b) |
14,01 |
16,90 |
17,03 |
15,37 |
– |
– |
– |
– |
Abu(%bb) |
0,18 |
0,27 |
0,22 |
0,26 |
– |
– |
– |
– |
Lemak(%bb) |
0,09 |
0,06 |
0,03 |
0,12 |
0,11 |
0,07 |
0,08 |
0,12 |
Protein(%bb) |
0,37 |
0,30 |
0,48 |
0,25 |
0,06 |
0,12 |
0,19 |
0,25 |
Karbohidrat(%bb) |
85,29 |
82,55 |
82,37 |
82,27 |
81,19 |
86,12 |
80,01 |
83,31 |
Serat kasar(%bb) |
0,62 |
0,87 |
0,63 |
0,70 |
– |
– |
– |
– |
Amilosa(%bb) |
34,15 |
33,82 |
34,96 |
30,90 |
28,63 |
29,52 |
27,55 |
27,34 |
Amilopektin(%bb) |
52,76 |
55,38 |
53,42 |
57,32 |
52,79 |
52,83 |
56,54 |
55,43 |
Sumber: * Purwani dkk. (2006) (-) data tidak tersedia
** Tenda et al., (2005)
Karbohidrat merupakan komponen terbesar dalam pati sagu. Proses ekstraksi pati yang dilakukan pada produksi pati sagu memungkinkan karbohidrat yang terekstrak adalah dalam bentuk pati. Karbohidrat lain seperti gula dan serat kemungkinan akan terbawa dalam jumlah yang sangat sedikit (Herawati, 2009). Seperti halnya pati dari sumber lainnya, molekul pati sagu disusun oleh dua kelompok makromolekul yaitu amilosa dan amilopektin. Baik amilosa maupun amilopektin disusun oleh monomer a-D-glukosa yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik . Perbedaan antara kedua makromolekul terletak pada pembentukan percabangan pada struktur liniernya, ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula pati.
Dalam bentuk aslinya pati merupakan butir – butir kecil yang sering disebut granula. Sebaran dan ukuran granula sangat menentukan karakteristik fisik pati serta aplikasinya dalam bentuk pangan. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tidak beraturan. Demikian juga ukuranya, mulai kurang dari 1 µm sampai 150 µm tergantung sumber patinya (Bank and Greenwood,1975). Pati terdeposit dalam biji, umbi, akar dan batang tanaman seperti sagu.
Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam sesuai dengan sumbernya, bentuk granula pati sagu adalah oval terpotong, diduga bukan merupakan bentuk alami, tetapi lebih disebabkan karena rusaknya granula akibat proses pengecilan ukuran empulur sagu dalam proses ekstraksi pati. Hal ini ditunjukkan pada pengamatan mikroskopis, dimana ketika dilakukan pemanasan granula dengan bentuk oval terpotong langsung mengalami amylose leaching. Ukuran granula pati sagu lebih besar daripada ukuran granula pati tanaman berpati yang lainnya. Ukuran granula yang besar mengindikasikan tingginya kemampuan menyerap air pada saat mengalami gelatinisasi. Hal ini yang memungkinkan pati alami memiliki viskositas yang tinggi.
Karakteristik pati sagu menurut Ahmad(1999) yaitu memiliki ukuran granula rata-rata 30m, kadar amilosa 27%±3, suhu gelatinisasi pati 70°C, entalpi gelatinisasi 15-17J/g, dan termasuk tipe C pada pola X-ray difraction. Bentuk dan komposisi granula pati sagu dibandingkan jenis pati yang lainnya mendekati pati ubi kayu, sedangkan ukuran granula pati kentang (Swinkels, 1985 di dalam Van Beynum dan Roels, 1985).
Recent Comments