artikel

Ikan Bandeng

4 March 2016
Comments Off on Ikan Bandeng

Ikan bandeng adalah jenis ikan pelagis yang secara umum bersifat sebagai pemakan plankton, jenis ikan tersebut termasuk perenang cepat, terutama jika berada di laut terbuka. Bandeng juga sering terlihat berenang dalam kelompok kecil di pantai, dan terkadang pada stadia juvenile (ikan muda) terdapat di sungai – sungai air payau. Pusat penyebaran bandeng di Asia Tenggara, terdapat di Philipina, Indonesia, Taiwan dan di sepanjang pantai Thailand dan Burma (Muslim, 2006). Ikan bandeng adalah jenis ikan laut dengan bentuk tubuh langsing seperti terpedo, mempunyai moncong agak runcing, ekornya bercabang dan halus sisiknya. Ikan bandeng berwarna putih gemerlapan seperti perak pada tubuh bagian bawah dan punggungnya agak gelap (Soeseno, 1988).

Penampilan ikan bandeng pada umumnya simetris, memiliki badan ramping dengan sirip ekor yang bercabang dua. Ukuran tubuh ikan bandeng bisa bertambah besar sampai 1,7 m, hanya saja rata-rata sekitar 1 meter panjangnya. Seluruh permukaan tubuh ikan bandeng tertutup oleh sisik yang bertipe lingkaran yang berwarna keperakan. Ikan bandeng juga tidak mempunyai gigi. Pada bagian tengah tubuhnya terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang sampai ke ekor. Sirip dada dan sirip perut dilengkapi dengan sisik tambahan yang besar dengan sirip anus menghadap ke belakang. Selaput bening menutupi mata, mulutnya kecil terletak pada bagian depan kepala dan simetris serta memiliki jenis sirip ekor homocercal.

Morfologi Ikan Bandeng

Image result for ikan bandeng

Secara fisik, bandeng mempunyai sejumlah jari-jari pada siripnya yang tersebar sebagai berikut : 14-16 jari-jari pada sirip punggung, 16-17 jari-jari pada sirip dada, 11-12 jari-jari pada sirip perut, 10-11 jari-jari pada sirip anus, dan 19 jari-jari pada sirip ekor yang berlekuk simetris. Pada garis rusuk terdapat sisik yang berjumlah 75-80 sisik (Kordi, 2000). Taksonomi dan klasifikasi bandeng menurut Schuster 1960 dalam Muslim (2006) adalah sebagai berikut :

Phyllum             : Vertebrata

Subphyllum     : Craniata

Superclass        : Gnathosmata

Series                 : Pisces

Class                   : Teleostomi

Subclass           : Actinopterygii

Order                 : Malacopterygii

Suborder          : Clupeoidei

Family              : Chanidae

Genus                : Chanos lacepedo, 1803

Species             : Chanos chanos (Forskal), 1775

Ikan bandeng (Chanos chanos atau Milkfish) merupakan salah satu jenis ikan yang mempunyai rasa spesifik dan telah dikenal di Indonesia. Kandungan omega-3 pada ikan bandeng 14,2% melebihi kandungan omega-3 pada ikan salmon (2,6%), ikan tuna (0,2%) dan ikan sarden/mackerel (3,9%). Bandeng merupakan salah satu sumber pangan yang sangat bergizi karena mempunyai kandungan protein tinggi (20,38%), (Salman, 2012). Ikan bandeng mengandung energi sebesar 129 kilokalori, protein 20 gram, karbohidrat 0 gram, lemak 4,8 gram, kalsium 20 miligram, fosfor 150 miligram, dan zat besi 2 miligram.  Ikan bandeng juga mengandung vitamin A sebanyak 150 IU, vitamin B1 sebanyak 0,05 miligram dan vitamin C hanya 0 miligram.  Kandungan kalori pada ikan bandeng diperoleh dari penelitian 100 gram ikan bandeng, dimana jumlah yang dapat dimakan hanya sebanyak 80 %.

Data USDA (2014) melaporkan bahwa jumlah kalori yang berasal dari ikan bandeng terdiri dari 59 % protein, 41% lemak dan 0% karbohidrat. Kandungan EPA dan DHA untuk bandeng laut lebih tinggi bandeng tambak dari segi nutrisinya. Kandungan Omega-3 pada ikan bandeng di laut relatif sama dengan beberapa jenis ikan laut seperti ikan sardine, mackerel dan salmon.

 

Tepung Bunga Marigold

25 February 2016
Comments Off on Tepung Bunga Marigold

Tepung Bunga Marigold

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang sangat luas penggunaannya, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat diolah. Tepung bunga marigold memiliki prospek dan peluang yang cukup besar sebagai bahan baku dalam industri pangan dan farmasi. Selain merupakan bahan baku dalam pembuatan ekstrak lutein sebagai suplemen kesehatan, saat ini tepung bunga marigold juga telah banyak digunakan sebagai bahan pewarna makanan alami yang bersifat aman dan memiliki kualitas warna yang baik. Pewarna makanan dalam bentuk tepung akan lebih efektif diaplikasikan pada bahan pangan. Pewarna alami adalah golongan pewarna yang mempunyai sifat kelarutan dan stabilitas tertentu, sehingga setiap pewarna terdapat dalam beberapa bentuk aplikasi yang berbeda, masing-masing diformulasikan untuk meyakinkan bahwa warna tersebut cocok dan efisien untuk dicampurkan ke dalam produk makanan tertentu (Hendry, 1996).

Menurut Hendry (1996), terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan bentuk aplikasi produk pewarna yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan dan penggunaanya, yaitu kelarutan, bentuk fisik, pH, dan pemberian bahan tambahan lain. Beberapa pewarna yang larut dalam minyak seperti kurkumin, klorofil dan xantofil biasanya memerlukan penambahan gum, penstabil dan emulsifier untuk membuatnya larut dalam air. Sehingga penting agar pewarna tersebut sesuai dengan sistem makanan yang diberi pewarna. Gambar dibawah ini merupakan produk tepung bunga marigold.

Karakteristik pigmen bunga dan tepung bunga marigold dapat diidentifikasi dengan spektrofotometer UV tampak untuk analisis pola spektra, yang bertujuan untuk mendeteksi pigmen utama dan yang terkandung pada bahan, dan mengidentifikasi apakah pigmen bahan mengalami degradasi atau tidak. Selain itu jugadiidentifikasi denganalat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, untuk analisis komposisi dan kandungan pigmenbunga dan tepung bunga marigold. Pratheesh et al. (2009) melakukan analisis spektrofotometri, 10 gram bunga marigold diekstrak dengan pelarut organik, kemudian 0,5 ml hasil ekstraksi dilarutkan dalam 30 ml pelarut heksana, pada absorbansi 445 nm. Didapatkan hasilabsorbansi spesifik trans lutein sebesar 236 g/L.

Hasil penelitian Sarkar (2012) melakukan analisis pola spektra lutein ester bunga marigold dengan spektrofotometer UV tampak pada 300 – 600 nm dalam pelarut heksana. Didapatkan hasil panjang gelombang maksimum pada 445 nm dan 472 nm. Analisis komposisi dan kandungan lutein bunga marigold, ekstrak lutein dilarutkan dalam 1 ml metanol dan diidentifikasi dengan  KCKT dengan kolom Supel Cosil LC8 (25cm × 4.6mm, 5μm), fase gerak pompa A adalah asetonitril : H2O (97.5:2.5), dan pada pompa B adalah asetonitril : diklorometan (70:30,v:v). Didapatkan hasil kromatogram lutein dengan waktu retensipada menit 6,61.

Hasil penelitian lain Tinoi et al. (2005) melakukan analisis ekstrak bunga marigold  menggunakan spektrofotometer UV tampak dan KCKT dengan Diode Array Detector, menggunakan kolom C30 (4,6 × 250 mm, ODS 5 μm), suhu 22°C, pada panjang gelombang 450 nm. Fase gerak menggunakan asetonitril : metanol (65:35, v/v) dengan laju aliran 1,0 ml/menit. Volume injeksi adalah 25 μL. Hasilnya didapatkan panjang gelombang lutein pada 420, 445, 475 nm, dengan waktu retensi 42,65 menit.

Hasil penelitian Boonnoun et al. (2012) melakukan analisis lutein bunga marigold dengan KCKT menggunakan Agilant 1100, kolom Lichrocart C-18 (panjang 30 cm), dengan Diode Array Detector Module 335 dan injektor otomatis. Fase gerak yang digunakan adalah sistem pelarut gradien asetonitril : metanol (9:1,v:v) (A) dan etil asetat (B), dari 0% ke 100% selama 30 menit, dengan laju aliran 1 ml/menit, dan panjang gelombang pada 450 nm. Hasilnya dideteksi terdapat dua komponen utama dengan waktu retensi10,444 dan 11,346 menit.

Identifikasi pigmen karotenoid menggunakan metode KCKT YMC 30 dengan kolom fase terbalik (RP, ODS, YMC 30) yang dimodifikasi. Waktu identifikasi selama 70 menit dan suhu kolom 25°C, elusi pigmen dilakukan dengan laju alir 1 ml / menit menggunakan elusi gradien 100% A ke100% B. Fase mobil yaituA (metanol (MeOH) / methyl-tert-butyl-ether (MTBE) / H2O=81/15/4), B (metanol (MeOH) / methyl-tert-butyl-ether (MTBE) / H2O=6/90/4). Deteksi dilakukan dengan detektor PDA pada panjang gelombang 450 nm.

Bunga Marigold (Tagetes erecta L.)

24 February 2016
Comments Off on Bunga Marigold (Tagetes erecta L.)

Bunga Marigold (Tagetes erecta L.)

Bunga marigold (Tagetes erecta L.) saat ini telah banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya di Pulau Bali. “Tagetes” berasal dari “Tages”, nama seorang demigod yang terkenal dengan kecantikannya. Bunga marigold memiliki arti filosofis sebagai bunga keberuntungan dan nilai kesakralan yang tinggi bagi umat Hindu. Marigold dapat tumbuh sepanjang tahun, mudah ditanam dan umur panen relatif singkat, membuatnya banyak dibudidayakan untuk dijadikan tanaman hias, bunga dekorasi dan bunga sesaji. Spesies marigold sangat beragam, diantaranya adalah Tagetes erecta, Tagetes patula, Tagetes minuta,Tagetes lucida, Tagetes tenuifolia dan Tagetes filifolia. Secara taksonomi marigold digolongkan sebagai berikut (Winarto, 2011):

 

Kingdom           : Plantae

Divisi                  : Magnoliophyta

Kelas                  : Magnoliopsida

Sub Kelas          : Asteridae

Ordo                  : Asterales

Famili                 : Asteraceae

Sub Famili         : Tageteae

Genus                : Tagetes

Spesies              : Tagetes erecta L.

Marigold merupakan tumbuhan tahunan yang dapat tumbuh pada tanah subur dengan pH netral, di daerah panas sampai daerah pegunungan yang cukup sinar matahari dan memiliki drainase yang baik. Tanaman marigold tumbuh tegak dengan batang bercabang-cabang setinggi 50–100 cm, memiliki daun yang menyirip berwarna hijau gelap, berakar tunggang dengan rambut akar, dan berkembang biak dengan biji. Pada sekujur batangnya, tumbuh daun majemuk yang berujung runcing dan tepinya bergerigi. Bunga marigold berdiameter 7–10 cm dengan susunan mahkota bunga rangkap, berwarna cerah, yaitu kuning, jingga, atau berwarna ganda. Warna kuning bunga marigold disebabkan oleh dua pigmen utama, yaitu pigmen karotenoid dan sebagian kecil flavonoid. Karotenoid pada kelopak bunga marigold jumlahnya 200 kali lebih banyak dari karotenoid pada jagung  (Anonim, 2012).

Bunga marigold dipercaya berkhasiat untuk mengobati infeksi saluran napas, anti radang, mengencerkan dahak, mengatasi batuk dan obat untuk luka.Dibidang pertanian, bunga marigolddigunakan untuk mencegah nematoda penganggu tanaman, penangkal serangga, herbisida dan anti jamur.Minyak atsiri bunga marigold efektif menghambat pertumbuhan bakteri, dan sebagai larvasida pada Culex quinquefasciatus, Anopheles stephensi dan Aedes aegypti.Sejauh ini ekstrak pigmen bunga marigold telah banyak dimanfaatkan di Jepang dan Amerika, sebagai pewarna makanan, pewarna kosmetik, antioksidan, antikarsinogen, suplemen nutrisional, dan obat-obatan (Winarto, 2011).

Kelopak bunga marigold yang telah dikeringkan, kemudian dibubukkan menjadi tepung merupakan bahan baku untuk proses ekstraksi lutein dalam pembuatan suplemen dan bahan aktif kosmesetikal dan neutrasetikal. Hasil penelitian Tinoi et al. (2005) pada Tabel dibawah menunjukkan nilai total karoten, total xantofil dan total karotenoid dari proses ekstraksi pigmen bunga marigold.

Tabel Total Karoten, Xantofil,danKarotenoidMarigold Segar dan Kering

Nama

            Bunga Segar

Bunga Kering

Total Karoten (mg/kg) Total Xantofil (mg/kg) Total Karotenoid (mg/kg) Total Karoten (mg/kg) Total Xantofil (mg/kg)

Total Karotenoid (mg/kg)

Tagetes erecta Linn

619±0.50 685±0.30 1,304±0.40 1,954±0.35 2,443±0.20 4,397±0.25

Sumber: Tinoi et al. (2005)

 

Singkong (Manihot esculenta Crantz)

23 February 2016
Comments Off on Singkong (Manihot esculenta Crantz)

Singkong (Manihot esculenta Crantz)

Daerah Asal dan Penyebaran

Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman perdu.Penyebaran tanaman singkong di Nusantara terjadi pada sekitar tahun 1914-1918, yaitu saat terjadi kekurangan atau sulit pangan.Tanaman singkong dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian sampai dengan 2.500 m dari permukaan laut.Demikian pesatnya tanaman singkong berkembang di daerah tropis sehingga singkong dijadikan sebagai bahan makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung.Pada daerah yang kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti (substistusi) serta dapat pula dijadikan sebagai sumber karbohidrat utama.Adapun sentra produksi singkong di Nusantara adalah Jawa, Lampung, dan NTT (Sunarto, 2002).Umumnya tanaman ini dibudidayakan oleh manusia terutama adalah untuk diambil umbinya, sehingga segala upaya yang selama ini dilakukan adalah untuk mempertinggi produksinya.

Taksonomi dan Morfologi

Dalam sistematika (taksonomi) tanaman singkong/ketela pohon diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom Plantae (tumbuh- tumbuhan), Divisio Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Subdivisio Angiospermae (biji tertutup), Kelas Dicotyledonae (biji berkeping dua), Ordo Euphorbiales, Famili Euphorbiaceae, Sub Famili Manihotae, Genus Manihot,  dan Species Manihot esculenta Crants ( Suprapti, 2005 ).

Singkong/ketela pohon mempunyai banyak nama daerah seperti ketela, keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minangkabau), ubi singkung (Jakarta), batata kayu (Manado), bistugkel (Sunda), bolet, kasawe, kaspa, kaspe, ketela budin, katela jendral,  katela kaspe, katela mantri, katela marikan, katela menyog, katela poung, katela prasman, katela sabekong, katela samunah, katela tapah, katela cengkol, telo pohung (Jawa), blandong, manggala menyok, puhung, pohog, sabhrang balandha, sawe, sawi, tela balandha, tengsag (Madura), kesawi, ketela kayu, sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorontalo), lame kayyu (Makasar), lame aju (Bugis), kasibi (Ternate, Tidore) (Purwono, 2009).

Jenis Singkong

Singkong yang sering dijumpai memiliki rasa yang manis, namun selain itu juga ada yang berasa pahit. Biasanya singkong dengan kadar sianida tinggi memiliki rasa yang pahit. Dari dasar itulah secara lokal singkong dibagi menjadi singkong pahit dan singkong manis (Koswara, 2004). Beberapa varietas singkong yang dikeluarkan pemerintah berupa varietas unggul yang dilepas tahun 1978 yang memiliki rasa enak dan kualitas rebus yang baik, seperti : Adira-1, Malang-1, dan Darul Hidayah. Sisanya, termasuk Adira-4 yang dilepas tahun 1987 dan sampai sekarang masih cukup luas ditanam petani namun memiliki rasa pahit. Selain itu, yang dilepas terakhir yaitu : Malang-4 dan Malang-6. Juga varietas UJ-3 dan UJ-5 yang dilepas kemudian (Roja, 2009).

Pemanfaatan singkong dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai bahan baku tapioka (tepung tapioka atau gaplek) dan sebagai pangan langsung. Singkong sebagai pangan langsung harus memenuhi syarat utama, yaitu tidak mengandung racun sianida (≥ 50 mg per kg umbi basah). Sementara itu, singkong untuk bahan baku industri tidak disyaratkan adanya kandungan protein maupun ambang batas sianida, tapi yang diutamakan adalah kandungan karbohidrat yang tinggi (Muchtadi dkk., 1992).

Dari 16 varietas unggul singkong yang telah dilepas Departemen Pertanian hingga saat ini, Adira-4, Malang-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sifat penting dari keempat varietas ini adalah : (1) Daun tidak cepat gugur; (2) Adaptif pada tanah ber-pH tinggi dan rendah; (3) Adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma; dan (4) Dapat dikembangkan pada pola tumpang sari (Wargiono, dkk., 2006).

Varietas Unggul Singkong yang Sesuai untuk Bahan Baku Industri Beserta Karakteristiknya

Varietas

Tahun Dilepas

Karakteristik

Umur

(bln)

Hasil Umbi (t/ha) Kadar pati

(%bb)

Kadar

HCN

(mg/kg)

Keterangan
Adira 2 1978 8-12 22 41* 124.0 -Pahit

-Sesuai untuk bahan          baku industri

-Cukup tahan tungu merah (Tetranichubi maculatus)

-Tahan penyakit layu Pseudomonas solanacearum

Adira 4 1978 10 35 20-22 68.0 -Pahit

-Sesuai untuk bahan          baku industri

-Cukup tahan tungu merah (Tetranichubi maculatus)

-Tahan penyakit layu Pseudomonas solanacearum dan Xanthomonas manihotis

UJ-3 2000 8-10 20-35 20-27 >100.0 -Pahit

-Sesuai untuk bahan          baku industri

-Agak tahan bakteri hawar daun

(Cassava Bacterial Blight)

UJ-5 2000 9-10 25-38 19-30 >100.0 -Pahit

-Sesuai untuk bahan          baku industri

-Agak tahan CBB (Cassava bacterial Blight)

Malang 4 2001 9 39,7 25-32 >100.0 -Pahit

-Sesuai untuk bahan          baku industri

-Cukup tahan tungu merah (Tetranichubi maculatus)

-Adaptif terhadap hara sub-optimal

Malang 6 2001 9 36,4 25-32 >100.0 -Pahit

-Sesuai untuk bahan          baku industri

-Cukup tahan tungu merah (Tetranichubi maculatus)

-Adaptif terhadap hara sub-optimal

Sumber :Puslitbangtan (1993); Wargiono, dkk. (2006); Balitkabi (2004); Balitkabi (2005).

Komposisi Kimia

Singkong merupakan salah satu sumber pangan yang berkarbohidrat tinggi.Karbohidrat dalam singkong didominasi oleh pati.Pada daerah yang kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti (substistusi) serta dapat pula dijadikan sebagai sumber karbohidrat utama (Sunarto, 2002). Jenis polisakarida yang menyusun umbi singkong antara lain pati, seluosa, dan hemiselulosa (Winarno, 2004). Komposisi kimia dapat dilihat seperti pada tabel berikut:

Tabel Komposisi Kimia Singkong

Komponen

Komposisi

Singkong Segar (%) (a) Tepung Singkong (%) (b)
Air 57.00 8.65
Abu 2.46 2.55
Lemak 6.54
Protein 1.81
Karbohidrat (by difference) 85.86 80.45
  • Pati
74.81 62.54
  • Serat kasar
11.05 2.69
v  Selulosa 0.36
v  Hemiselulosa 1.88
v  Lignin 0.02

Sumber :(a) Susmiati (2010), (b) Arnata (2009)

Karbohidrat yang terkandung dalam singkong terdiri dari serat kasar dan pati.Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin yang berfungsi sebagai penguat tekstur. Komponen karbohidrat merupakan bahan baku utama yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol (Winarno, 1992).

Singkong mengandung banyak manfaat untuk kebutuhan tubuh.Selain mengandung karbohidrat, singkong juga mengandung protein, vitamin, zat besi, kalsium, dan fosfor.Kandungan zat besi yang tinggi terdapat pada kulit dibandingkan dalam umbi.Sianida dikelompokkan sebagai senyawa racun dan merupakan faktor pembatas dalam pemanfaatan tanaman singkong (Akinfala et al., 2002).Kandungan gizi singkong dapat dilihat dalam Tabel berikut:

Tabel Kandungan Gizi dalam Tiap 100 g Singkong

No Unsur Gizi Singkong Putih Singkong Kuning
1 Kalori (kal) 146.00 157.00
2 Protein (g) 1.20 0.80
3 Lemak (g) 0.30 0.30
4 Karbohirat (g) 34.70 37.90
5 Kalsium (mg) 33.00 33.00
6 Fosfor (mg) 40.00 40.00
7 Zat Besi (mg) 0.70 0.70
8 Vitamin A (SI) 0 385.0
9 Vitamin B1 (mg) 0.06 0.06
10 Vitamin C (mg) 30.0 30.0
11 Air (g) 62.50 60.00
12 Bagian dapat dimakan (%) 75.00 75.00

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes R.I.,1981 (Sunarto, 2002)

Selain kandungan gizi di atas, singkong juga mengandung racun yang dalam jumlah besar cukup berbahaya.Racun singkong yang selama ini dikenal adalah Asam biru atau Asam sianida (HCN).Baik daun maupun umbinya mengandung suatu glikosida sianogen, artinya suatu ikatan organik yang dapat menghasilkan HCN yang bersifat sangat toksik (Sosrosoedirdjo, 1993).

Besarnya racun dalam singkong setiap varietas tidak konstan dan dapat berubah. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu antara lain : keadaan iklim, keadaan tanah, cara pemupukan dan cara budidayanya (Sosrosoedirdjo, 1993).

Daun Nanas

22 February 2016
Comments Off on Daun Nanas

Daun Nanas

Tanaman nanas merupakan tanaman yang mempunyai tinggi 50-150 cm, daun memanjang seperti pedang dengan tepi berduri maupun tidak berduri, panjangnya 80-150 cm. Nanas merupakan tanaman xerofit dan termasuk tanaman yang sangat tahan terhadap kondisi kekeringan karena tergolong dalam  golongan Crassulacean Acid Metabolism. Secara alami, tanaman ini berbunga pada umur 15 – 22 bulan bergantung pada asal bibit dan kondisi lingkungan (Riama et al., 2012). 

Terdapat dua varietas yang sudah lama dikembangkan di Indonesia yaitu nanas queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut) dan nanas smooth cayenne (daun halus, tidak berduri, dan buah besar). Nanas queen banyak ditanam di daerah Bogor dan Palembang. Nanas queen memiliki rasa yang lebih manis dari pada nanas cayenne dan memiliki daun yang berduri. Salah satunya pada perkebunan PT Great Giant Pineapple ini menghasilkan buah nanas smooth cayene dengan hasil sampingan berupa sisa tanaman nanas, yaitu daun sebanyak 90%, tunas batang 9%, dan batang 1%. Pada kondisi kering serat kasarnya sebasar serat kasar 29,12%, akan tetapi, daun dalam keadaan segar memiliki serat kasar yang cukup tinggi (29,12% ) sehingga perlu dilakukan proses amoniasi (Puspitasari et al., 2013).

Kandungan pada daun nanas diantaranya lignin, hemiselulosa dan selulosa. Kandungan selulosa yang terkandung dalam serat daun nanas berkisar 69,5-71,5%, Hal ini diharapkan dapat dijadikan sumber selulosa sebagai alternatif baru untuk adsorben dalam mengadsorbsi zat warna (Hidayat, 2008). Manurut Handayani (2010), kandungan selulosa dalam daun nanas (Ananas Comosus) sebesar 69,6 – 71%. Komposisi kimia serat daun nanas dapat dilihat pada Tabel berikut:

Tabel Komposisi Kimia Serat Alam

Nama Komoditi

Selulosa (%)

Hemiselulosa (%)

Lignin (%)

Abaka

60-65

6-8

5-10

Coir

43

1

45

Kapas

90

6

Flax

70-72

14

4-5

Jute

61-63

13

3-13

Mesta

60

15

10

Palmirah

40-50

15

42-45

Nanas

80

12

Rami

80-85

3-4

0,5-1

Sisal

60-67

10-15

8-12

(Sumber: Riama et al., 2012)

Tabel Komposisi Kimia Serat Daun Nanas

No.

Komposisi Kimia

Serat Daun Nanas (%)

1

Alpha Selulosa

69,5-71,5

2

Pentosan

17-17,8

3

Lignin

4,4-4,7

4

Pektin

1-1,2

5

Lemak dan Wax

3-3,3

6

Abu

0,71-0,87

7

Zat-zat lain (protein, asam organik dll)

4,5-5,3

(Sumber: Hidayat, 2008)

Serat Daun Nanas

Pengambilan serat nanas dari daunnya (fibre extraction) dapat dilakukan dengan tangan (manual) maupun dengan peralatan decorticator. Cara yang paling umum dan praktis adalah dengan proses water retting dan scrapping. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy substance) yang berada di sekitar serat daun nanas agar lebih mudah dalam pengambilan seratnya (Kirby, 1963).

Degumming atau ekstraksi serat merupakan proses pemisahan serat selulosa dari gum yang berupa pektin, hemiselulosa dan lignin. Zat tersebut harus dihilangkan agar serat memiliki daya pintal. Degumming merupakan proses awal dalam pengambilan serat yang menghasilkan serat menjadi semakin halus (Eriningsih et al., 2008).

Degumming dapat dilakukan dengan cara kimia, biologi dan mekanik. Pemilihan metode degumming dapat ditentukan oleh karakteristik bahan baku serat (Onggo dan Astuti, 2005). Proses degumming dengan cara kimia perlu diperhatikan konsentrasi alkali yang dibutuhkan, suhu dan waktu proses agar selulosanya tidak terdegradasi (Eriningsih et al., 2009). Penggunaan larutan alkali telah dilakukan oleh Udeani dan Angela (2011) pada tanaman Sansevieria trifasciate. Tanaman Sansevieria direndam dalam larutan NaOH (0; 5; dan 10%) panas atau dingin selama dua minggu. Hasil terbaik pada penelitian ini ditunjukkan pada perlakuan perendaman larutan NaOH 10% panas dengan serat yang telah terpisah dengan gum.

Serat Sansevieria hasil proses degumming berwarna putih kekuning-kuningan (Udeani dan Angela, 2011). Oleh karena itu, setelah proses degumming maka dilanjutkan proses bleaching pada serat. Proses ini ditujukan untuk membuat serat berwarna lebih putih seperti serat lain baik alami maupun sintetik.

Minyak Jeruk Purut Sebagai Antioksidan

18 February 2016
Comments Off on Minyak Jeruk Purut Sebagai Antioksidan

Minyak Jeruk Purut Sebagai Antioksidan

Minyak atsiri yang mudah menguap terdapat di dalam kelenjar minyak yang harus dibebaskan sebelum disuling yaitu dengan merajang/memotong jaringan tanaman dan membuka kelenjar minyak sebanyak mungkin, sehingga minyak dapat dengan mudah diuapkan (Suryaningrum, 2009). Minyak atsiri yang berasal dari daun jeruk purut disebut combava petitgrain (dalam bahasa afrika) yang banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum, pewarna dan lain-lain. Misalnya dalam industri pangan banyak digunakan sebagai pemberi cita rasa dalam produk-produk olahan. Minyak daun jeruk purut mengandung antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 41,7 µl/ml dan berpotensi sebagai antimikroba (Lertsatitthanakorn et al., 2006). Sitronelal banyak dipergunakan sebagai flavor, pengusir serangga, parfum di dalam sabun dan juga sebagai antibakterial (Srisukh et al., 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2013), secara keseluruhan aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada jeruk purut dengan nilai 90,1 % inhibisi terdapat pada bagian sampel kulit batang dengan pelarut etil asetat. Dibandingkan dengan nilai % inhibisi pada asam askorbat nilai ini hampir mendekati aktivitas antioksidan asam askorbat yaitu 96,7%. Jeruk purut merupakan tanaman dengan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi sehingga banyak dimafaatkan dalam kebutuhan sehari-hari, baik dalam medis, industry, maupun rumah tangga. Pemisahan komponen minyak jeruk purut akan memberikan nilai tambah lebih tinggi daripada hanya menjual minyak jeruk purut melalui hasil destilasi. Sebagaimana Lestari (2012) menyatakan isolasi atau pemurnian sitronelal minyak sereh wangi mendapatkan nilai tambah lebih tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan produsen minyak atsiri jeruk purut di Tulungangung Jawa Timur, perbandingan harga minyak atsiri sangat jauh berbeda yaitu minyak atsiri kulit buah Rp. 3.500.000,00/kg, minyak atsiri daun Rp. 1.000.000,00/kg, dan minyak atsiri ranting Rp. 750.000,00/kg. Selanjutnya pemisahan komponen dari minyak jeruk purut ranting menjadi 9 fraksi akan memberikan nilai tambah berdasarkan berdasarkan pada kemurnian sitronelal dan linalol. Senyawa-senyawa lainnya dengan kemurnian yang sangat rendah dianggap senyawa yang tidak memiliki nilai.

Fraksinasi adalah metode pemisahan komponen minyak atsiri, yang secara umum digunakan adalah metode destilasi fraksinasi. Destilasi fraksinasi merupakan proses yang memisahkan senyawa komponen utama daripada minyak atsiri berdasarkan titik didihnya. Prinsip utama metode destilasi bekerja berdasarkan perbedaan titik didih dari masing-masing senyawa komponen campuran pada tekanan yang tetap (Wonorahardjo, 2013). Teknologi pemisahan komponen minyak atsiri menggunakan metode destilasi fraksinasi sebagian besar dilakukan dalam kondisi vakum. Hal ini dikarenakan penggunaan suhu tinggi mengakibatkan dekomposisi komponen-komponen yang ada di dalam minyak atsiri. Keuntungan dari proses fraksionasi ini adalah diagram alir dari proses yang sederhana, biaya investasi yang rendah jika dibandingkan dengan unit separasi yang lainnya dan selain itu, operasi fraksinasi ini juga memiliki resiko yang rendah terhadap kegagalan produksi maupun terhadap pencemaran lingkungan. Namun distilasi fraksionasi ini juga memiliki kekurangan yakni, efisiensi dari energi yang digunakan rendah, dan memerlukan suatu senyawa yang memiliki kestabilan thermal yang baik pada titik didihnya. (Agustian et al, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kusuma (2014), pada pemisahan komponen minyak atsiri ranting menjadi fraksi-fraksi dilakukan dengan pendekatan fraksi teoritis dipilih berdasarkan berat molekul dari senyawa penyusun minyak jeruk purut. Beberapa senyawa memiliki berat molekul yang sama karena senyawa-senyawa tersebut merupakan isomer terhadap senyawa lainnya. Selain itu, beberapa senyawa lainnya memiliki perbedaan berat molekul antar senyawa yang sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan tiap senyawa memiliki perbedaan titik didih yang rendah, akibatnya untuk pemisahan hingga mencapai kemurnian tinggi (mendekati 100%) hanya berpeluang kecil. Mempertimbangan hal tersebut penampungan destilat dilakukan dalam bentuk fraksi-fraksi. Fraksi akan memberikan hambatan dalam menampung kadar senyawa-senyawa yang sulit pisahkan.

Pemisahan komponen utama dilakukan dengan pembagian fraksi teoritis dari analisis GCMS bahan baku. Fraksi yang ditampung disesuaikan dengan volume teoritis dari hasil perkalian volume umpan yang digunakan (1000 ml) dengan luas area (%). Penggabungan beberapa senyawa pada fraksi teoritis berkaitan dengan minimal destilat yang dapat ditampung oleh PiloDist 104 yaitu 25 ml. Sehingga dalam persentase fraksi, beberapa komponen dominan ditetapkan pada fraksi yang tersusun atas senyawa tunggal. Kemudian untuk fraksi lainnya bukan tersusun dari senyawa tunggal melainkan dari penggabungan senyawa minor (Kusuma, 2014).

 

 

 

Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)

17 February 2016
Comments Off on Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)

Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)

Jeruk purut (Citrus hystrix D.C.) merupakan salah satu jenis jeruk dari famili Rutaceae. Penggunaan buah dan daun jeruk purut telah dikenal oleh masyarakat sejak dahulu sebagai obat tradisional. Bagian daun biasanya digunakan untuk mengatasi badan letih dan lelah sehabis sakit berat dan juga untuk penyedap masakan. Buah jeruk purut juga sering digunakan dalam pengobatan magik. Selain itu kulit buah jeruk purut digunakan untuk penyedap masakan, pembuatan kue dan dibuat manisan (Setiadi dan Parmin, 2004). Jeruk purut merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota (Sarwono, 2001) :

Kingdom          : Plantae

Subkingdom    :Tracheobionta

Super Divisi     : Spermatophyta

Divisi               : Magnoliophyta

Kelas               : Magnoliopsida

Subkelas         : Rosidae

Ordo                : Sapindales

Famili              : Rutaceae

Genus              : Citrus

Spesies           : Citrus hystrix

Morfologi Tanaman

Jeruk (atau limau/limo) purut (Citrus hystrix) merupakan tumbuhan perdu yang dimanfaatkan terutama buah dan daunnya sebagai bumbu penyedap masakan. Dalam perdagangan internasional dikenal sebagai kaffir lime. Jeruk purut banyak ditanam oleh masyarakat di daerah pekarangan rumah maupun kebun. Jeruk purut termasuk kedalam subgenus Papeda karena bentuknya yang berbeda dengan jenis jeruk pasaran lainnya. Tumbuhanya berbentuk pohon kecil (perdu), (Joko, 2010). Tanaman jeruk purut memiliki morfologi hampir sama dengan jenis jeruk lainnya. Jeruk purut memiliki karakteristik khas yaitu pohonnya rendah atau perdu, namun apabila dibiarkan tumbuh secara alami tinggi pohon ini dapat mencapai 12 meter.

Tanaman jeruk purut (Citrus hystrix DC) merupakan tanaman yang berasal dari Indo-Malaya. Jeruk purut adaptif pada ketinggian 0–1.400 meter dari permukaan laut. Volume produksi jeruk purut mencapai 300–400 buah per pohon per tahun setelah umur 3 tahun dengan tinggi pohon mencapai 2–12 meter (Trubus, 2009). Kondisi alam yang tropis menjadikan alasan mengapa Asia Tenggara mendominasi kekayaan jeruk purut. Sentra penghasil jeruk purut di Indonesia adalah Kabupaten Tulungagung 3 yaitu Kecamatan Ngunut, Kecamatan Sumbergempol dan Kecamatan Rejotangan.

Jeruk purut (Citrus hystrix) adalah tanaman yang tumbuh pada daerah tropis, yang tersebar luas di Asia bagian selatan. Daun dan buah digunakan sebagai makanan. Buahnya berkerut, berbentuk pir dan berwarna hijau tua dan akan menjadi kuning apabila sudah matang. Daunya berwarna hijau tua, mengkilap, dan permukaan bawah hijau muda atau kekuningan, buram, jika diremas baunya harum. Biasanya daunnya tumbuh berpasangan dan seperti angka delapan. Tangkai daun sebagian melebar menyerupai anak daun. Helaian anak daun berbentuk bulat sampai lonjong, pangkal membundar atau tumpul, ujung tumpul sampai meruncing. Panjangnya 8-15cm dan lebarnya 2-6 cm dan kedua permukaan licin dengan bintik-bintik kecil berwarna jernih, (Joko,2010). Bunganya berbentuk bintang, berwarna putih kemerah-merahan atau putih kekuning-kuningan. Bentuk buahnya bulat, kulitnya hijau berkerut, rasanya asam agak pahit. Tanaman ini perdu, setinggi 3-5 meter. Dalam kemasan dan ruang penyimpanan yang baik, daun jeruk purut bias bertahan selama sekitar satu minggu. Sementara buah dalam keadaan utuh, bias bertahan untuk jangka waktu sekitar dua minggu, (Wongsariya, 2014). Batang yang tua berwarna hijau tua, berbentuk bulat, berwarna hijau tua, berbintik-bintik, dan berdiri di ketiak daun. Letak daun jeruk purut terpencar dan bertangkai agak panjang serta bersayap lebar (Rukmana, 2003).

Kandungan dan Kegunaan jeruk purut

Kandungan sintronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak jeruk purut dibidang industri, khususnya industri farfum dan kosmetik. Minyak dengan kandungan sintronelal yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk isolasi sintronelal. Sintronelal hasil isolasi kemudian diubah menjadi bentuk esternya seperti hidroksi sitronelal atau mentol sintesis. Ester yang dihasilkan dengan cara ini umumnya bersifat statis dan sangat baik digunakan sebagai zat pewangi sabun dan parfum yang bernilai tinggi. Mentol sintesis dapat digunakan sebagai obat gosok, pasta gigi dan obat pencuci mulut. Bentuk ester dari sintronelal dapat digunakan sebagai insektisida, (Ketaren, 2005).

Minyak atsiri jeruk purut dapat digunakan sebagai flavour alami pada bahan pangan. Penggunaan minyak jeruk purut sebagai flavor dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok flavor larut air dan flavor yang larut lemak. Flavor jeruk purut yang larut dalam air dapat digunakan sebagai flavoring pada soft drink dan minuman teh beraroma jeruk. Sedangkan flavor jeruk purut yang larut lemak dapat digunakan pada jenis masakan seperti tom yam soup, kue, produk-produk bakeri dan produk-produk coklat.  Manfaat komponen aktif minyak atsiri ini dalam industri makanan sebagai penyedap dan penambah cita rasa, dalam farmasi sebagai anti nyeri dan anti bakteri, dalam industri bahan pengawet sebagai insektisida, dalam industry kosmetik dan personal care products yaitu sebagai bahan aktif sabun, pasta gigi, lotion, skin care, serta produk kecantikan, (Widiastuti, 2012).

Jeruk purut termasuk suku Rutaceae yang berpotensi sebagai penghasil minyak atsiri. Daun jeruk purut mengandung sabinena dan limonene yang berguna untuk kosmetik, aromaterapi pencuci rambut, antelmintik, obat sakit kepala, nyeri lambung, dan biopestisida. Daunnya juga sering digunakan sebagai rempah yang berfungsi untuk memberi aroma yang khas pada masakan. Minyak atsiri daun jeruk purut disebut kaffir lime oil yang banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum, pewarna. Misalnya dalam industri pangan banyak digunakan sebagai pemberi cita rasa dalam produk olahan, (Munawaroh, 2010). Daun jeruk purut mengandung alkaloid polifenol, α-tokoferol, minyak atsiri, tannin, steroid triterpenoid, sitronellal, flavanoid sianidin, myricetin, peonidin, quercetin, luteolin, hesperetin, apigenin, dan isorhamnetin. Senyawa kimia yang dominan ada pada bagian-bagian tanaman jeruk adalah flavanoid dan miyak atsiri, (Rahmi,2013).

Minyak Atsiri Jeruk Purut

Minyak atsiri yang berasal dari daun jeruk purut disebut Combava petitgrain (dalam bahasa afrika) yang banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, flavor, parfum, pewarna dan lain-lain. Misalnya dalam industri pangan banyak digunakan sebagai pemberi cita rasa dalam produk-produk olahan. Minyak daun jeruk purut dalam perdagangan internasional disebut kaffir lime oil. Minyak atisiri ini banyak diproduksi di Indonesia dengan output beberapa ton per tahun. Harga kaffir lime oil asal Indonesia yaitu sebesar USD 65,00-75,00 per kilogram, (Feryanto, 2007). Menurut Trubus (2008), harga komoditas minyak atsiri Indonesia tahun 2008 dari bahan baku jeruk purut mencapai harga Rp.600.000-Rp.700.000/Kg.

Banyak cara untuk mendapatkan minyak atsiri dari jeruk purut. Umumnya semua cara untuk mendapatkan minyak atsiri pada semua tumbuhan yang mengandung atsiri adalah dengan destilasi, ekstraksi pelarut, expression dan enfluerasi. Namun tiap proses menghasilkan output yang berbeda karena itu pemilihan proses harus berdasarkan tipe dari tumbuhan dan komposisi natural bahan tersebut, (Stewart, 2005). Dalam Trubus (2009), rendemen dari minyak atsiri jeruk purut dari sistem uap tak langsung sebanyak 2,77%, sistem uap langsung 2,47%, dan sistem ekstraksi pelarut sebanyak 3,50%. Menurut Munawaroh dan Handayani (2010), rendemen minyak jeruk purut dari proses ekstraksi pelarut etanol adalah 13.39% sedangkan dengan pelarut n-heksana rendemennya 10,50% namun menjadi pelarut terbaik karena kadar sitronelal hingga 97,27%. Minyak jeruk purut tergolong minyak yang baru dalam perdagangan sebagai salah satu bahan baku industri sebagai pemberi rasa dan aroma. Selain untuk industri pangan, minyak jeruk purut juga banyak digunakan pada industri farmasi, flavor, parfum dan pewarna (Munawaroh dan Handayani, 2010). Pada perdagangan internasional belum ada standar yang lengkap, hanya menunjukan rata-rata pasar menjual minyak ini dengan acuan kadar sitronelal diatas 70% (GC).

Komponen Kimia Minyak Atsiri Jeruk Purut

Menurut Koswara (2009), minyak jeruk purut yang diperoleh dari destilasi uap selama enam jam mengandung 57 jenis komponen kimia dengan komponen kimia utama adalah sitronelal sebesar 81,49%. Sitronelal atau 3,7-Dimethyl-6-octenal memiliki rumus molekul C10H18O beraroma lemon dan berwarna bening agak kekuningan. Komponen ini memiliki titik didih 206oC, berat molekul 154,249 Da dan indeks bias 1,446, (Anonymousc, 2003).

Selain komponen sitronelal yang menjadi komponen utama pada minyak jeruk purut yang mempunyai banyak manfaat, masih ada beberapa komponen minor yang terkandung. Menurut Srisukh, et. al., (2012), kandungan komponen yang terdapat pada minyak jeruk purut tidak selalu sama, tergantung dari jenis bahan baku yang dipakai. Salah satu senyawa minor yang berdekatan dengan sitronelal adalah linalol. Komposisi minyak atsiri jeruk purut terdiri atas Beta-Pinena, Beta-Mirsena, Osimena, Beta-Linalool, Isopulegol, Sitronellal, Beta-Sitronelol, Sitral, 3,7 Dimetil-2,6-oktadienal, 3,7-Dimetil-6-okten-1-ol dan Isokariofilena, (Agustra, 2000).

Berdasarkan penelitian Kusuma (2014) mengenai pemisahan komponen utama dari minyak jeruk purut (Citrus hystrix D.C) menggunakan teknik destilasi fraksinasi (kajian rasio refluks dan tekanan vakum) diperoleh kandungan komponen utama minyak jeruk purut dari ranting dan batang tanaman yaitu sabinen 5,91%, sitronelil asetat 6,76%, β-sitronelol 11,03%, L-linanol 13,11% dan β-sitronelal 46,40%. Minyak jeruk purut yang terbuat dari kulit buah mengandung β-pinen 21,4%, limonen 45,76%, sitronelal 20,91% dan 4-terpeniol 11,93%. Minyak jeruk purut yang terbuat dari daun mengandung komponen utama yaitu sitronelal 93,28%, sitronelil asetat 2,97%, 1.6 oktadin 1,31%, dan fernesol 0,35%.

Kelapa (Cocos nucifera L.)

16 February 2016
Comments Off on Kelapa (Cocos nucifera L.)

Kelapa (Cocos nucifera L.)

Kelapa merupakan tumbuhan asli daerah tropis, yakni daerah yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Di daerah-daerah tropis tersebut tanaman kelapa banyak tumbuh dan dibudidayakan oleh sebagian besar petani. Di wilayah Indonesia. tanaman kelapa dapat ditemukan hampir diseluruh provinsi, dari daerah pantai yang datar sampai ke daerah pegunungan yang kurang tinggi. Tanaman kelapa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia sehari-hari. Tidak hanya buahnya, tetapi seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang, sampai ke pucuk tanaman dapat dimanfaatkan (Warisno, 2003).

Pohon kelapa termasuk jenis Palmae berumah satu (monokotil). Batang tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Adakalanya, pohon kelapa dapat bercabang, namun hal ini merupakan keadaan yang abnormal. Dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) dimasukkan ke dalam klasifikasi Kingdom Plantae (tumbuh-tumbuhan), Divisi Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Sub-divisi Angiospermae (berbiji tertutup), Kelas Monocotyledonae (biji berkeping satu), Ordo Palmales, Famili Palmae (berumah satu/monokotil), Genus Cocos, dan Spesies Cocos nucifera L. Secara morfologi bagian tanaman kelapa terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Pada buah kelapa, semua bagian buah kelapa mulai dari kulit luar hingga daging buah memiliki kegunaan tertentu. Daging buah yang telah tua dapat dimanfaatkan menjadi minyak kelapa, sedang limbahnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak (Warisno, 2003). Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Buah kelapa terdiri atas sabut (eksokarp dan mesokarp) tempurung (endokarp), daging buah (endosperm) dan air buah (Syah, 2005). Komposisi buah kelapa ditunjukkan pada Tabel berikut:

Tabel Komposisi Buah Kelapa

No. Daging Buah (Buah Tua) Jumlah Berat (%)
1. Sabut 35
2. Tempurung 12
3. Daging buah 28
4. Air buah 25

Sumber: (Thieme, 1968).

Daging buah kelapa segar kaya akan lemak dan karbohidrat serta protein dalam jumlah cukup. Lemak pada daging kelapa merupakan komponen terbesar kedua setelah air. Kadar lemak daging buah kelapa segar bervariasi menurut pemanenan dan varietas tanaman kelapa. Kadar lemak pada daging buah kelapa meningkat dengan semakin bertambahnya umur buah dan mencapai maksimal pada umur 12 bulan. Daging buah kelapa yang sudah matang dapat dijadikan kopra, minyak kelapa dan bahan makanan lainnya. Daging buah merupakan sumber protein yang penting dan mudah dicerna. Komposisi kimia daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah (Syah, 2005). Adapun kandungan zat-zat gizi daging buah kelapa, baik kelapa muda, kelapa setengah tua maupun kelapa yang sudah tua ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.

Tabel Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa pada berbagai Tingkat Kematangan

No. Jenis Zat Kelapa Muda Kelapa Setengah Tua Kelapa Tua
1.

Kalori (kal.)

68,00 180,00 369,0
2.

Protein (gr)

1,00 4,00 3,4
3.

Lemak (gr)

0,90 15,00 34,7
4.

Karbohidrat (gr)

14,00 10,00 14,0
5.

Kalsium (mg)

7,00 8,00 21,0
6.

Fosfor (mg)

30,00 58,00 98,0
7.

Besi (mg)

1,00 1,30 2,0
8.

Vitamin. A (SI)

0,00 10,00 0,0
9.

Vitamin B1 (mg)

0,06 0,05 0,1
10.

Vitamin C (mg)

4,00 4,00 2,0
11.

Air (gr)

83,30 70,00 46,9
12.

Bdd (%)*

53,00 53,00 53,0

Keterangan : *) Bdd: Bagian yang dapat dimakan

Sumber: (Gayo, 1991).

Kandungan air, total gula terlarut, gula reduksi dan mineral tertinggi terdapat dalam daging buah kelapa dan menurun ke bagian luar daging buah kelapa. Sementara itu kandungan minyak dan proteinnya meningkat dari bagian dalam ke bagian luar daging buah kelapa. Kandungan seratnya hampir terdistribusi merata ke seluruh daging buah, kecuali di kulit daging buah yang mengandung serat terbanyak sebesar 13,28%. Distribusi berbagai senyawa tersebut ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel Distribusi Senyawa dalam Daging Buah Kelapa

Komposisi %

Daging Buah
Keseluruhan Dalam Tengah Luar Kulit

Air

35,37 61,9 32,6 18,10 29,10

Minyak

44,01 15,77 46,36 61,72 19,43

Protein

5,5 2,97 5,28 6,79 4,83

Total gula

6,57 13,82 6,97 3,47 5,63

Gula reduksi

0,21 1,71 0,12 0,12 0,25

Serat

3,05 2,88 2,99 2,82 13,28

Abu

0,77 1,05 0,70 0,57 0,94

Sumber: Balachandran et al 1985 dalam Syah, 2005

     Kandungan protein dari daging buah kelapa dan kopra berkisar 4-5% dan 4,5-7,5%. Kandungan protein dalam kelapa yang diproses seperti halnya sebagai makanan, tepung, santan bubuk dan konsentrat protein tergantung pada proses penyiapan sampel, dan metodologi proses. Protein kelapa mempunyai jumlah asam amino yang cukup mengandung sulfur dan triptofan tetapi sedikit mengandung lisin. Komposisi asam amino esensial dalam protein yang terdapat pada daging buah kelapa ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel Komposisi Asam Amino dalam Protein Daging Buah Kelapa

Asam Amino Jumlah (%)
Lisin 5,80
Methionin 1,43
Fenilalanin 2,05
Triptofan 1,25
Valin 3,57
Leusin 5,96
Histidin 2,41
Tirosin 3,18
Cistin 1,44
Arginin 15,92
Prolin 5,54
Serin 1,76
Asam Aspartat 5,12
Asam Glutamat 19,07

Sumber: (Thieme, J. G., 1968)

Kacang Kedelai (Glycine max L.)

12 January 2016
Comments Off on Kacang Kedelai (Glycine max L.)

Kacang Kedelai (Glycine max L.)

Kedelai merupakan bahan pangan yang sangat popular di kalangan masyarakat. Hampir setiap hari sebagian besar masyarakat mengkonsumsi makanan olahan berbasis kedelai, misalnya tempe, kecambah, susu kedelai, steak, dan lain-lain. Alasan pemilihan kedelai sebagai bahan pangan adalah kandungan protein serta kandungan gizi lainnya yang tinggi (Cahyadi, 2007).

Kedelai termasuk dalam jenis kacang-kacangan. Merupakan tanaman semusim, berupa semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lembut, dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm. Dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, bunga, polong dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Adisarwanto, 2005). Perakaran terdiri atas akar lembaga (ridicula), akar tunggang (radix primaria), dan akar cabang (radix lateris) berupa akar rambut (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

Menurut Rukmana dan Yuniarsih (1996) kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom               : Plantae

Divisi                    : Spermatophyta

Sub-divisi             : Angiospermae

Kelas                    : Dicotyledonae

Ordo                     : Polypetales

Famili                   : Leguminosae (Paplionaceae)

Sub-famili             : Papilionoideae

Genus                  : Glycine

Spesies                : Glycine max (L.) Meril, sinonim dengan G. soya (L.) Sieb dan Zucc. Atau Soya max atau S. hispida

Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama yaitu kulit biji dan embrio/janin. Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar yang berwarna cokelat, hitam, atau putih. Pada ujung pusar terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk saat proses pembentukan biji. Sebagian besar biji kedelai berbentuk bulat (Adisarwanto, 2005), namun bentuk biji sebenarnya bervariasi tergantung pada varietas tanaman yaitu bulat, agak gepeng, dan agak bulat. Sedangkan untuk warna kulit biji terdapat beberapa variasi warna yaitu kuning, hijau, kuning kehijauan, hijau kekuningan, hitam, dan cokelat (Balitkabi, 2009).

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan berbasis nabati yang pemanfaatannya sudah banyak dilakukan di masyarakat. Kedelai merupakan jenis kacang-kacangan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama isoflavon. Isoflavon merupakan senyawa polifenol yang mempunyai kemampuan sebagai antioksidan (Muchtadi, 2010). Jenis kedelai yang telah banyak dimanfaatkan adalah kedelai kuning dan kedelai hitam. Namun diantara keduanya, kedelai kuning lebih banyak dimanfaatkan, misalnya diolah menjadi tempe, susu kedelai, tahu, dan lain-lain. Sedangkan kedelai hitam masih sebatas diolah menjadi kecap.

Ada beberapa varietas kedelai kuning, salah satunya adalah varietas Gepak Kuning. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2010), Gepak Kuning merupakan varietas kedelai unggul lokal yang berumur genjah. Kedelai varietas ini juga mempunyai kelebihan lebih toleran terhadap kekeringan, juga mempunyai potensi mengurangi resiko gagal panen akibat serangan hama dan meningkatkan indeks pertanaman.

Kandungan antioksidan yang terdapat dalam kedelai bermacam-macam. Kedelai mempunyai kandungan antioksidan golongan polifenol termasuk tannin, proanthocyanidin, antosianin, flavonoid (terutama isoflavon), dan komponen fenolik seperti klorogenik, caffeic, ferulik, dan asam p­-kumarik (Malencic et al., 2007 dan Malencic et al., 2008 dalam Chung, 2009). Menurut Shahidi and Naczk (2004) dalam Chung (2009), kedelai memiliki komponen fenolik yang berbagai macam termasuk fenol sederhana, turunan asam benzoat, flavonoid, tannin, dan lignan. Kandungan antioksidan yang terdapat dalam setiap jenis kedelai berbeda-beda bergantung pada lokasi tanam, musim, tahun penanaman, dan varietas (Kim et al., (2006) dalam Chung (2009)) serta waktu penyimpanan, waktu germinasi, dan metode pengolahan (Lin and Lai (2006) dalam Chung (2009). Menurut penelitian Takahashi, et al. (2005), kedelai kuning mempunyai kandungan polifenol sebesar 0,45±0,02 mg/g.

Namun dari berbagai macam antioksidan yang terdapat dalam kedelai, isoflavon yang merupakan turunan flavonoid merupakan komponen yang paling mendominasi. Isoflavon kedelai bersifat estrogenik, terutama jenis genistein dan daidzein (Winarsi, 2010). Terdapat empat bentuk utama isoflavon di dalam kedelai yaitu b-glukosida, aglikon, asetilglukosida, dan malonilglukosida. Beta-glukosidase terdiri atas genisitin, daidzin, glisitin. Aglikon terdiri dari genistein, daidzein, dan glisitein. Malonilglukosidase merupakan bentuk utama yang ada pada biji dan makanan dari kedelai yang tidak terfermentasi (Wang and Murphy, 1994 dan Murphy et al., 1999 dalam Chung, 2009)

Kupang Merah (Musculitas senhausia)

11 January 2016
Comments Off on Kupang Merah (Musculitas senhausia)

Kupang Merah (Musculitas senhausia)

Kupang merah mempunyai karakteristik yang sedikit berbeda dengan kupang putih.Kupang merah mempunyai insang seperti jala sempit dengan cangkang bagian dalam tidak berkilauan. Menurut Prayitno dan Susanto (2005),  kupang merah mempunyai bentuk yang agak memanjang, bercangkang tipis, tembus cahaya, serta yang memiliki ukuran panjang antara 11-18 mm dan lebar 5-8 mm serta mempunyai warna cangkang hitam kemerah-merahan sehingga disebut kupang merah (Gambar 2.1). Kupang merah sering disebut dengan kupang jawa atau bahasa ilmiahnya yaitu Musculitas senhausiamerupakan salah satu jenis binatang laut yang mempunyai cangkang yang termasuk dalam pylum Mollusca.Pylum Mollusca memiliki tubuh yang lunak, yang dilindungi oleh cangkang yang bahan penyusun utamnya adalah kapur (Nelson 2011).

Mollusca memiliki dua organ utama dalam tubuh yaitu head-foot yang sebagian besar berisi struktur sensorik yang biasanya berperan dalam aktivitas gerak dan dalam proses makan dan visceral mass merupakan pelindung organ tubuh dan system respirasi yang berbentuk lapisan tebal yang mengelilingi tubuh (Nelson 2011). Kupang merah hidup di bagian tepi pantai (lebih kurang 80 m dari pantai) dengan dasar lumpur halus yang bercampur pasir.Kupang merah hidup secara bergerombol yang sangat padat dan saling mengikat satu dengan yang lain (Prayitno dan Susanto, 2005).Kupang merah memiliki kadar air 75,70% sehingga memacu kupang merah mengalami kebusukan. Harganya pula lebih mahal tetapi rasanya lebih enak sedangkan kupang putih harganya lebih murah dan tidak cepat busuk karena kandungan airnya lebih rendah yaitu 72,96% (Prayitno dan Susanto, 2005.

Kandungan Logam Kupang

Organisme air sangat dipengaruhi oleh keberadaan logam berat di dalam air, terutama pada konsentrasi yang melebihi batas normal.Organisme air mengambil logam berat dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuh hingga 100-1000 kali lebih besar dari lingkungan.Kupang  temasuk hewan  filter feeder dalam memperoleh makanannya. Sehingga dengan cara makan seperti ini, apabila perairan tempat hidupnya tercemar logam berat dapat menyebabkan terakumulasinya polutan logam berat tersebut dalam tubuh kupang (Muchlisyiyah, 2012).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, kupang banyak mengandung logam berat. Penelitian Karimah  (2002) menemukan bahwa logam berat timbal (Pb) yang terdapatdalam daging kupang yang diperoleh di wilayah Kraton (Pasuruan) adalah 2,950 ppm. Rata-rata logam berat Pb dalam kupang awung (Mytilus viridis) yang berasal dari pantai Kenjeran adalah 1,813 ppm (Bajuri 2003).Kadar timbal kupang merah dari wilayah balong dowo, Sidoarjo adalah 4,014 ppm (Irawan, 2012). Batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan menggunakan satuan part per million (ppm atau mg/kg) yang dihitung  terhadap produk siap konsumsi. Cemaran logam berat yang dibatasi kandungan maksimumnya meliputi: arsen, kadmium, merkuri, timah, dan timbal.

Kupang merupakan salah satu hasil perikanan laut yang masuk dalam kelompok kerang-kerangan dan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.Masyarakat khususnya daerah Jawa Timur banyak menggemari kuliner berbahan dasarkupang, dengan sentra produksi kupang di wilayah Sidoarjo, Surabaya, Gresik, dan Pasuruan.Potensi produksi kupang di Sidoarjo berkisar 10.664.600 kg pada tahun 2010 (Anonymous, 2010).Masyarakat mengkonsumsi kupang ini dari berbagai macam olahan.Kupang terdiri dari dua jenis yaitu kupang putih dan kupang merah. Kupang merah (Musculitas senhausia) memiliki protein lebih tinggi dibandingkan kupang putih, kandungan protein kupang putih sebesar 9,05% sedangkan protein kupang merah sebesar 10,85% (Prayitno dan Susanto, 2005).

Menurut Irawan (2012) salah satu permasalahan pada kupang merah adalah kadar logam berat yang tinggi terutama timbal (Pb) yaitu sebesar 4,01ppm. Pengolahan produk kupang salah satunya kecap kupang masih memiliki logam berat Pb menurut Muchlisyiyah (2012) yaitu sebesar 3,5 ppm. Kandungan logam Pb melebihi batas maksimum cemaran logam berat dalam makanan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu 1,5 ppm.Menurut Sudarwin (2008), adanya pengkonsumsian produk kupang dengan kadar Pb tinggi akan mengakibatkan resiko kerusakan pada sistem percernaan seperti perut mulas dan ganggaguan pencernaan dan keracunan pada tubuh salah satunya pada otak dan gangguan pada ginjal. Sumber utama cemaran timbal yang terdapat pada perairan adalah 40% limbah rumah tangga dan 60% adalah limbah industri (Anonymous, 2012).

Berbagai upaya penurunan kadar timbal pada kupangtelah dilakukan. Penurunan kadar timbal dapat dilakukan dengan menggunakan pengikat logam atau yang disebut chelating agent yaitu asam sitrat (Agustini, 2008).Menurut Armanda (2009), proses pengikatan logam merupakan proses keseimbangan pembentukan ion kompleks logam dengan sekuestran (senyawa pengkelat).Asam sitrat juga dapat bersifat sebagai chelating agent atau sekuestran, sehingga ion pada asam sitrat atau ion sitrat dapat berikatan dengan  ion logam karena asam sitrat memiliki tiga gugus COOH (Alpatih et al, 2010). Asam sitrat juga memiliki kelebihan yaitu asam yang berasal dari tumbuhan dengan cara fermentasi dan memiliki harga yang terjangkau, selain itu dapat mempengaruhi hasil penelitian pada mobilisasi nutrisi atau pemisahan logam dari tanah (Liet al., 2006). EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) merupakan pengikat logam dan pertukaran logam yang baik untuk beberapa perbedaan ion logam.EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang stabil dan larut dalam logam berat, hal tersebut dapat meningkatkan penghilangan logam berat secara ekstensif (Zhang et al., 2008).Oleh karena itu, EDTA dapat mempercepat waktu pengikatan dan pemindahan dari logam berat.EDTA dapat juga mengurangi racun dari kation logam bebas pada organ photosynthetic dengan kompleks (Zaier et al., 2010).

Penelitian terkait penurunan kadar timbal telah banyak dilakukan. Penggunaan asam sitrat pada penelitian Irawan (2012) menghasilkan penurunan kadar timbal sebesar 90,12% dengan perendaman asam sitrat konsentrasi 3,3% selama 30 menit. Suaniti (2007), melakukan penambahan EDTA 0,1 M pada destruksi kering pada pH 4 selama 30 menit dengan penurunan timbal dari 27,68 mg/kg. Dilihat dari penelitian tersebut metode perendaman asam sitrat atau EDTA diketahui mampu menurunkan kadar timbal pada kupang. Oleh karena itu level konsentrasi jenis asam pada penelitian ini didapatkan dengan 3 level pada jenis asam yaitu asam sitrat 0,11 M; 0,18 M dan 0,25 M serta EDTA 0,05 M; 0,075 M dan 0,1 M. Perbedaan level pada jenis asam bertujuan agar mengetahui besarnya pengaruh terhadap penurunan Pb pada kupang merah.

Penurunan kadar timbal dengan metode perendaman dalam asam lemah cukup efektif. Namun proses ini kurang efisien waktu karena proses perendaman asam untuk menurunkan kadar timbal membutuhkan waktu 30 – 180 menit. Perlakuan perebusan kedua dilakukan perebusan kupang dengan larutan asam, makaakan mengurangi waktu proses. Proses perebusan ini dilakukan pada pengepul kupang atau produsen kupang yang mengolah menjadi produk. Dilihat pada pengepul kupang masih belum ada upaya untuk menurunkan timbal, sehingga pada proses pengolahan produk kupang masih memiliki kadar timbal yang tinggi.

Perebusan kupang dalam larutan asam diketahui lebih efektif pada pH rendah.Karena ikatan logam dengan protein melemah akibatnya terjadinya deneturasi protein.Sehingga ikatan logam merenggang pada protein yang berikatan dengan asam (Widiyanti, 2004)..

« Previous PageNext Page »