Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.)
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata L.)
Kacang tunggak (Vigna unguiculata L.) merupakan tanaman setahun yang tumbuh merambat, panjangnya sampai 2.5 m, buahnya berbentuk polong dengan panjang rata-rata antara 7.5 – 45 cm. Biji kacang tunggak berbentuk bulat panjang, berwarna merah tua, hitam atau putih dan mempunyai kelekukan di tengahnya (Andarwulan dan Hariyadi, 2005). Selain toleran terhadap kekeringan, kacang tunggak juga mampu mengikat nitrogen dari udara. Potensi hasil kacang tunggak cukup tinggi, mencapai 1,5 – 2,0 ton/ha yang sangat ditentukan oleh varietasnya (Balitbang, 2006). Kenampakan kacang tunggak dapat dilihat pada gambar berikut:
Kacang Tunggak (Vigna unguiculata, (L.) Walp.) termasuk dalam keluarga leguminosa. Kacang tunggak berasal dari Afrika, walaupun belum dapat dipastikan di mana tanaman ini dibudidayakan. Umumnya kacang ini tersebar luas di seluruh wilayah tropik (30oLU – 30oLS), terutama di Afrika. Selain di Afrika, kacang tunggak juga ada di Asia terutama India, Bangladesh dan Asia Tenggara, serta Oceania. Kacang tunggak telah menjadi bahan pangan sejak zaman purba. Di Afrika, kacang ini merupakan polong-polongan pangan yang disenangi dan dikonsumsi dalam tiga bentuk dasar, yaitu dikukus, dimasak dalam bentuk sayur, dikupas dan ditumbuk dalam bentuk tepung (Singh et al., 1997).
Biji kacang-kacangan merupakan hasil tanaman yang berpotensi sebagai sumber protein nabati dan belum banyak dimanfaatkan. Kacang tunggak merupakan salah satu kacang-kacangan yang diharapkan menjadi sumber protein dalam bentuk tepung. Kadar protein kacang tunggak setara dengan kacang hijau atau gude, bahkan kadar vitamin B1 lebih tinggi dibandingkan kacang hijau. Seperti halnya kacang gude, kacang tunggak memiliki kadar asam amino metionin yang tinggi dan pada umumnya terkandung sedikit dalam kacang-kacangan lainnya, selain itu tidak terkandung senyawa antimetabolik dan komponen beracun (Bernhardt, 1976 dalam Suarni 2008).
Mengingat secara umum konsumsi protein penduduk Indonesia termasuk kurang, maka sangat perlu meningkatkan produksi bahan pangan sumber protein baik hewani maupun nabati. Jenis kacang-kacangan yang terdapat di Indonesia cukup potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang bergizi, aman dan sesuai dengan selera masyrakat (Handajani, 1994). Meskipun kandungan protein yang dimiliki kacang tunggak kurang dari kacang kedelai, tetapi kadar protein kacang tunggak setara dengan kacang hijau dan gude. Bahkan kadar vitamin B1 pada kacang tunggak relatif lebih tinggi dari pada kacang hijau. Adapun perbandingan komposisi kimia pada kacang tunggak, kacang hijau, kacang gude dan kacang kedelai dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Komposisi kimia kacang tunggak, kacang hijau, kacang gude dan kacang kedelai per 100 gram
Komponen |
Kacang Tunggak |
Kacang Hijau |
Kacang Gude |
Kacang Kedelai |
Protein (g) |
22,9 |
22,2 |
20,7 |
34,9 |
Lemak (g) |
1,40 |
1,2 |
1,4 |
18,1 |
Karbohidrat (g) |
61,6 |
62,9 |
62,0 |
34,8 |
Kalsium (mg) |
77,00 |
125,0 |
125,0 |
227 |
Fosfor (mg) |
449,00 |
32,0 |
275,0 |
585 |
Besi (mg) |
6,50 |
6,7 |
4,0 |
8,0 |
Vitamin B (mg) |
0,9 |
0,6 |
0,5 |
1,07 |
Vitamin C (mg) |
2,00 |
6,0 |
5,0 |
0 |
Sumber: Departemen Kesehatan RI (1979)
Jika dikonsumsi secara langsung, kacang tunggak biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran (yaitu campuran gudeg dan lodeh), makanan tradisional (campuran lepet ketan, bubur dan bakpia), lauk (rempeyek) dan sebagainya. Tempe kacang tunggak dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan diantaranya tempe bacem, nugget, schootel, kaki naga, pangsit isi tempe, burger, kare, brongkos, bitter balen, kembang tempe dan pie. (Sinar Tani, 2006).
Recent Comments